Paypal Bank Online

bisnis online dengan paypal. klik logo di bawah ini Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.

rss

Sabtu, 26 Desember 2009

KEADILAN


Mereka panggil aku Rego
Karena mulutku yang terlalu besar berkata jujur
Suka berteriak pada siapa yang tak jujur
Aku Rego…
Peluhku telah habis terkucur, Jiwa jiwaku telah habis dicukur
Mereka para iblis dan setan yang memakan tanah liang kubur
Aku dicukur, Rego mereka kembali sebut namaku
Mereka teriakkan namaku, mencambuk kulit coklatku
“Rego jalan terus jalan” mereka gunakan bahasa cambuk
Peluhku telah bercampur luka, bukan hanya siang ini
Malam hari, saat awan menyelimuti mercuri
Darah dan peluhku masih mengalir
Bukan menggigil, tapi aku masih berdiri
Ingin aku berteriak “kembalikan duniaku”
Duniaku… duniaku… duniaku yang kau curi
Kebahagianan yang telah kau curi demi anak istri
Kau tak lihat aku sama denganmu, punya anak istri
Kemarin pagi aku berteriak di gedung hijau
Kata mereka gedung itu bisa membuat hijau
Tapi, mercy mercy yang parkir dahulu menelan suaraku
Aku Rego… datang kemari untuk keadilan
Hai para di meja itu, kembalikan duniaku
Mereka telah mencuri duniaku, kurung mereka dan kembalikan duniaku
Cukup aku dan teman temanku yang tersiksa
Terseret ke lembah itu, menjadi babu di dalam debu
Kau para penegak di gedung hijau
Ketukan panggulmu untuk mereka
Biar mereka jera, biar mereka tersiksa
Buat anak cucuku tak lagi menjadi babu
Aku rego… aku datang dan berteriak
Kembalikan duniaku, dunia yang telah dicuri dari jaman penjajahan
Dijajah oleh Negara asing itu telah membekas
Luka baru dijajah dijajah bangsa ku sendiri
Kembalikan duniaku, aku Rego… minta keadilan

oleh I Nyoman Alit Suwarbawa
Singaraja, 27 Desember 09

Kamis, 10 Desember 2009

CERITA SEORANG KAWAN

Secangkir kopi pengantar senja
Menanti sang raja kembali ke istana
Prajurit bintang penjaga langit
Mengiringi rembulam berjubah gelap

Aku yang tertawa mengenag cerita lalu
Dia tampar aku saat aku mulai lusuh
Kawan kini kau adalah rasaku
Rinduku yang terukir dalam kalbu
Jangan kau pernah hapus ceritaku dalam hari-harimu
Ingatkah kau saat aku mulai ragu
Kau bicara dan peluk aku,, kita bersama pasti mampu

Tapi waktu itu akhirnya tiba,,,
Apakah kau selembut dahulu
Sambil membenahi leher kemeja ku
Kau dan aku tegag berdiri
Meski sebentar lagi kau akan pergi
Menatap langit dalam lembayung senja
Kita berbeda dalam semua
Kecuali dalam persahabatan
Cahaya bulan menusuk ku
Dengan pertanyaan dalam balutan resahku
Kapan lagi kita akan bertemu
Menulis cerita tentang aku dan kau

Biar semua kutulis dalam kertas
Tinta dan pena akan berbicara,, tentang kita yang pernah bersama

ATA PaDi 9 Nov 09

Senin, 07 Desember 2009

MAWAR PENGHIAS MALAM

Mawar hitam yang tumbuh di tepi jalan
Mawar hitam penghias trotoar malam
Bercahaya sinar merkuri,, tak berduri dan berwarna pucat
Bunga-bunga yang tak bersari
Kini sudah tak terasa wangi,
Hanya sebagai saksi dari mimpi-mimpi yang terbeli

Mawar hitam yang tak berduri
Karena sari yang telah dicuri
Hanya menjadi penghias malam
Terhempas angin dan slalu tumbuh di semak belukar

Bunga-bunga yang tumbuh dimalam hari
Selalu mekar tapi bukan karena hujan
Ia tumbuh dari sentuhan angin malam
Dan hasahan pisau tajam

Mawar hitam di tepi jalan
Tak seorangpun mau memetiknya
Mawar hitam dalam dunia yang kelam
Selalu berteman dengan kupu-kupu nakal
Yang setia menemaninya tuk usir sepi

O,, mawar hitam yang malang
Dulu kau begitu wangi dan menjadi mimpi para kumbang
Kini kau hanya tumbuh di goa-goa yang tak bercahaya

O ,,,gadis penghias malam
Perhiasan hati para hidung belang
O,, gadis di trotoar malam
Siap menari tuk sesuap nasi

O,,, gadis penghias malam
Kau adalah surganya para pemgembara
O,, mawar hitam yang malang
Selalu menjadi cerita,, saat malam tiba



(ATA PADI)
KDR, 5 NOV 2009

KERUK

Keruk,,,,,!
Terus dan tak pernah berhenti
Keruk,,,,,
Lagi dan lagi
Keruk,,,,
Harus sampai kapan
Keruk,,,,
Sungguh aku tak tahan

Keruk,,,,
Hingga telanjang
Kuruk,,,,,
Melihat bimbang
Keruk,,,
Terbawa oleh teruk
Keruk,,,
Tanah-tanah ku kini sudah habis terkikis
Pohon-pohon tumbang,
Alam kini menangis pilu
Tergilas kejamnya roda zaman
Alam ku kini pincang dan kering kerontang
Kayu yang berganti baja
Tak mampu usir bencana
sungguh ulah siapa?
Keruk sampai habis
Oleh tangan-tangan iblis

Tak ada lagi nyanyian alam
Burung-burung pergi mencari sarang
Cacing-cacing yang malang
Terusik oleh tanah yang terkeruk
Dari serakah penguasa zaman

Kami yang hangus terbakar
Hilang tempat berteduh dari pohon-pohon yang tumbang
Kini alam tak ada tempat berpijak lagi
Aku berdiri di hutan yang pincang

(Ata padi)
Alam Bali Utara 5 nov 2009

Buat Pecinta

Darah, api yang mengapi
Mencurat mericik di hati
Kau terluka tapaknya meringis
Mengalir darah kau menagisi
Anjing itu bukan untuknya
Kau tak perlu ragu mencinta
Dia milikmuuuu kawan
Bahkan sseeeeeeeeeeelamanya
Mungkin dia pernah menanam luka di kedua matamu
Menusukkan belati di pantat dan hati kehulu
Menabur garam diantara kulit2 yang terkelut
Tapi kau jangan marah
Dan kau tak akan pernah marah
Kau bukan pemarah
Biar kau berdarah
Cintamu tak punah.....

oleh I Nyoman Alit Suwarbawa,
Singaraja, 07 Des 09

Minggu, 06 Desember 2009

kumpulan puisi W.S. Rendra

Surat Cinta

Kutulis surat ini
kala hujan gerimis
bagai bunyi tambur yang gaib,
Dan angin mendesah
mengeluh dan mendesah,
Wahai, dik Narti,
aku cinta kepadamu !

Kutulis surat ini
kala langit menangis
dan dua ekor belibis
bercintaan dalam kolam
bagai dua anak nakal
jenaka dan manis
mengibaskan ekor
serta menggetarkan bulu-bulunya,
Wahai, dik Narti,
kupinang kau menjadi istriku !

Kaki-kaki hujan yang runcing
menyentuhkan ujungnya di bumi,
Kaki-kaki cinta yang tegas
bagai logam berat gemerlapan
menempuh ke muka
dan tak kan kunjung diundurkan

Selusin malaikat
telah turun
di kala hujan gerimis
Di muka kaca jendela
mereka berkaca dan mencuci rambutnya
untuk ke pesta
Wahai, dik Narti
dengan pakaian pengantin yang anggun
bunga-bunga serta keris keramat
aku ingin membimbingmu ke altar
untuk dikawinkan
Aku melamarmu,
Kau tahu dari dulu:
tiada lebih buruk
dan tiada lebih baik
dari yang lain...
penyair dari kehidupan sehari-hari,
orang yang bermula dari kata
kata yang bermula dari
kehidupan, pikir dan rasa

Semangat kehidupan yang kuat
bagai berjuta-juta jarum alit
menusuki kulit langit:
kantong rejeki dan restu wingit
Lalu tumpahlah gerimis
Angin dan cinta
mendesah dalam gerimis.
Semangat cintaku yang kuta
batgai seribu tangan gaib
menyebarkan seribu jaring
menyergap hatimu
yang selalu tersenyum padaku

Engkau adalah putri duyung
tawananku
Putri duyung dengan
suara merdu lembut
bagai angin laut,
mendesahlah bagiku !
Angin mendesah
selalu mendesah
dengan ratapnya yang merdu.
Engkau adalah putri duyung
tergolek lemas
mengejap-ngejapkan matanya yang indah
dalam jaringku
Wahai, putri duyung,
aku menjaringmu
aku melamarmu

Kutulis surat ini
kala hujan gerimis
kerna langit
gadis manja dan manis
menangis minta mainan.
Dua anak lelaki nakal
bersenda gurau dalam selokan
dan langit iri melihatnya
Wahai, Dik Narti
kuingin dikau
menjadi ibu anak-anakku !


Rumpun Alang-alang

Engkaulah perempuan terkasih, yang sejenak kulupakan, sayang
Kerna dalam sepi yang jahat tumbuh alang-alang di hatiku yang malang
Di hatiku alang-alang menancapkan akar-akarnya yang gatal
Serumpun alang-alang gelap, lembut dan nakal

Gelap dan bergoyang ia
dan ia pun berbunga dosa
Engkau tetap yang punya
tapi alang-alang tumbuh di dada


Makna sebuah titipan


Sering kali aku berkata, ketika orang memuji milikku,
bahwa sesungguhnya ini hanya titipan,
bahwa mobilku hanya titipan Nya,
bahwa rumahku hanya titipan Nya,
bahwa hartaku hanya titipan Nya,
bahwa putraku hanya titipan Nya,
tetapi, mengapa aku tak pernah bertanya, mengapa Dia menitipkan padaku?
Untuk apa Dia menitipkan ini pada ku?
Dan kalau bukan milikku, apa yang harus kulakukan untuk milik Nya ini?
Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku?
Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu diminta kembali oleh-Nya ?
Ketika diminta kembali, kusebut itu sebagai musibah
kusebut itu sebagai ujian, kusebut itu sebagai petaka,


kusebut dengan panggilan apa saja untuk melukiskan bahwa itu adalah derita.
Ketika aku berdoa, kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku,
aku ingin lebih banyak harta,
ingin lebih banyak mobil,
lebih banyak rumah,
lebih banyak popularitas,
dan kutolak sakit, kutolak kemiskinan,
Seolah semua "derita" adalah hukuman bagiku.
Seolah keadilan dan kasih Nya harus berjalan seperti matematika :
aku rajin beribadah, maka selayaknyalah derita menjauh dariku, dan
Nikmat dunia kerap menghampiriku.
Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang, dan bukan Kekasih.
Kuminta Dia membalas "perlakuan baikku", dan menolak keputusanNya yang tak sesuai keinginanku,
Gusti, padahal tiap hari kuucapkan, hidup dan matiku hanyalah untuk beribadah...
"ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja"



SAJAK BULAN MEI 1998 DI INDONESIA

Aku tulis sajak ini di bulan gelap raja-raja
Bangkai-bangkai tergeletak lengket di aspal jalan
Amarah merajalela tanpa alamat
Kelakuan muncul dari sampah kehidupan
Pikiran kusut membentur simpul-simpul sejarah

O, zaman edan!
O, malam kelam pikiran insan!
Koyak moyak sudah keteduhan tenda kepercayaan
Kitab undang-undang tergeletak di selokan
Kepastian hidup terhuyung-huyung dalam comberan

O, tatawarna fatamorgana kekuasaan!
O, sihir berkilauan dari mahkota raja-raja!
Dari sejak zaman Ibrahim dan Musa
Allah selalu mengingatkan
bahwa hukum harus lebih tinggi
dari ketinggian para politisi, raja-raja, dan tentara

O, kebingungan yang muncul dari kabut ketakutan!
O, rasa putus asa yang terbentur sangkur!
Berhentilah mencari Ratu Adil!
Ratu Adil itu tidak ada. Ratu Adil itu tipu daya!
Apa yang harus kita tegakkan bersama
adalah Hukum Adil
Hukum Adil adalah bintang pedoman di dalam prahara

Bau anyir darah yang kini memenuhi udara
menjadi saksi yang akan berkata:
Apabila pemerintah sudah menjarah Daulat Rakyat
apabila cukong-cukong sudah menjarah ekonomi bangsa
apabila aparat keamanan sudah menjarah keamanan
maka rakyat yang tertekan akan mencontoh penguasa
lalu menjadi penjarah di pasar dan jalan raya

Wahai, penguasa dunia yang fana!
Wahai, jiwa yang tertenung sihir tahta!
Apakah masih buta dan tuli di dalam hati?
Apakah masih akan menipu diri sendiri?
Apabila saran akal sehat kamu remehkan
berarti pintu untuk pikiran-pikiran kalap
yang akan muncul dari sudut-sudut gelap
telah kamu bukakan!

Cadar kabut duka cita menutup wajah Ibu Pertiwi
Airmata mengalir dari sajakku ini.


======
Sajak ini dibuat di Jakarta pada tanggal 17 Mei 1998 dan
dibacakan Rendra di DPR pada tanggal 18 Mei 1998




SAJAK SEBATANG LISONG

menghisap sebatang lisong
melihat Indonesia Raya
mendengar 130 juta rakyat
dan di langit
dua tiga cukung mengangkang
berak di atas kepala mereka

matahari terbit
fajar tiba
dan aku melihat delapan juta kanak - kanak
tanpa pendidikan

aku bertanya
tetapi pertanyaan - pertanyaanku
membentur meja kekuasaan yang macet
dan papantulis - papantulis para pendidik
yang terlepas dari persoalan kehidupan

delapan juta kanak - kanak
menghadapi satu jalan panjang
tanpa pilihan
tanpa pepohonan
tanpa dangau persinggahan
tanpa ada bayangan ujungnya
????????..

menghisap udara
yang disemprot deodorant
aku melihat sarjana - sarjana menganggur
berpeluh di jalan raya
aku melihat wanita bunting
antri uang pensiunan

dan di langit
para teknokrat berkata :

bahwa bangsa kita adalah malas
bahwa bangsa mesti dibangun
mesti di up-grade
disesuaikan dengan teknologi yang diimpor

gunung - gunung menjulang
langit pesta warna di dalam senjakala
dan aku melihat
protes - protes yang terpendam
terhimpit di bawah tilam

aku bertanya
tetapi pertanyaanku
membentur jidat penyair - penyair salon
yang bersajak tentang anggur dan rembulan
sementara ketidak adilan terjadi disampingnya
dan delapan juta kanak - kanak tanpa pendidikan
termangu - mangu di kaki dewi kesenian

bunga - bunga bangsa tahun depan
berkunang - kunang pandang matanya
di bawah iklan berlampu neon
berjuta - juta harapan ibu dan bapak
menjadi gemalau suara yang kacau
menjadi karang di bawah muka samodra
???????????

kita mesti berhenti membeli rumus - rumus asing
diktat - diktat hanya boleh memberi metode
tetapi kita sendiri mesti merumuskan keadaan
kita mesti keluar ke jalan raya
keluar ke desa - desa
mencatat sendiri semua gejala
dan menghayati persoalan yang nyata

inilah sajakku
pamplet masa darurat
apakah artinya kesenian
bila terpisah dari derita lingkungan
apakah artinya berpikir
bila terpisah dari masalah kehidupan

RENDRA( itb bandung - 19 agustus 1978 )



Perempuan yang Tergusur

Hujan lebat turun di hulu subuh
disertai angin gemuruh
yang menerbangkan mimpi
yang lalu tersangkut di ranting pohon

Aku terjaga dan termangu
menatap rak buku-buku
mendengar hujan menghajar dinding
rumah kayuku.
Tiba-tiba pikiran mengganti mimpi
dan lalu terbayanglah wajahmu,
wahai perempupan yang tergusur!


Tanpa pilihan
ibumu mati ketika kamu bayi
dan kamu tak pernah tahu siapa ayahmu.
Kamu diasuh nenekmu yang miskin di desa.
Umur enam belas kamu dibawa ke kota
oleh sopir taxi yang mengawinimu.
Karena suka berjudi
ia menambah penghasilan sebagai germo.

Ia paksa kamu jadi primadona pelacurnya.
Bila kamu ragu dan murung,
lalu kurang setoran kamu berikan,
ia memukul kamu babak belur.
Tapi kemudian ia mati ditembak tentara
ketika ikut demontrasi politik
sebagai demonstran bayaran.

Sebagai janda yang pelacur
kamu tinggal di gubuk tepi kali
dibatas kota
Gubernur dan para anggota DPRD
menggolongkanmu sebagai tikus got
yang mengganggu peradaban.
Di dalam hukum positif tempatmu tidak ada.
Jadi kamu digusur.

Didalam hujuan lebat pagi ini
apakah kamu lagi berjalan tanpa tujuan
sambhil memeluk kantong plastik
yang berisi sisa hartamu?
Ataukah berteduh di bawah jembatan?

Impian dan usaha
bagai tata rias yang luntur oleh hujan
mengotori wajahmu.
kamu tidak merdeka.
Kamu adalah korban tenung keadaan.
Keadilan terletak diseberang highway yang bebahaya
yang tak mungkin kamu seberangi.

Aku tak tahu cara seketika untuk membelamu.
Tetapi aku memihak kepadamu.
Dengan sajak ini bolehkan aku menyusut keringat dingin
di jidatmu?

O,cendawan peradaban!
O, teka-teki keadilan!

Waktu berjalan satu arah saja.
Tetapi ia bukan garis lurus.
Ia penuh kelokan yang mengejutkan,
gunung dan jurang yang mengecilkan hati,
Setiap kali kamu lewati kelokan yang berbahaya
puncak penderitaan yang menyakitkan hati,
atau tiba di dasar jurang yang berlimbah lelah,
selalu kamu dapati kedudukan yang tak berubah,
ialah kedudukan kaum terhina.

Tapi aku kagum pada daya tahanmu,
pada caramu menikmati setiap kesempatan,
pada kemampuanmu berdamai dengan dunia,
pada kemampuanmu berdamai dengan diri sendiri,
dan caramu merawat selimut dengan hati-hati.

Ternyata di gurun pasir kehidupan yang penuh bencana
semak yang berduri bisa juga berbunga.
Menyaksikan kamu tertawa
karena melihat ada kelucuan di dalam ironi,
diam-diam aku memuja kamu di hati ini.

Cipayung Jaya
3 Desember 2003
Rendra


Sumber: http://www.bluefame.com/lofiversion/index.php/t8563.html

Sabtu, 05 Desember 2009

BISNIS POLITIK

Pengap di antara masyarakat
Tanah lapang yang gersang
Aku berdiri di depan
Aku yang mendeklamasikan

Aku pedagang politik
Penghasut seluruh titik
Retorika, aku bisa berkuasa
Aku yang berdagang

Pagi di pasar burung
Dagang obat sedang murung
Tak laku jual obat burung
Karena semua tak punya burung

Aku yang menjual harapan
Dengan modal milliaran
Sejuta janji dan harapan
Meraih untung bergelimpahan

Aku bukan pedagang kangkung
Berharap sedikit untung
Dengan modal yang tanggung
Tapi aku pedagang ulung

Aku pembawa mimpi
Mimpi masyarakat dengan janji
Memberi mereka sebuah rejeki
Mimpi yang tak pernah kan ku tepati

Aku berdagang dengan milliaran
Meraih untung milliaran
Jerit masyarakat kelaparan
Aku makan dan telan

Cewek di Café Dahlia
Membuka rok, melihatkan paha
Siapa meraba akan didenda
Hanya puluhan ribu rupiah

Gadis diranjang Sutra
Melihatkan vagina kemerahan
Melayani nafsu para buaya
Dibayar ratusan ribu rupiah

Profesiku modal milliaran
Sobekan lima puluhan
Aku beli satu contren
Itu puluhan ribu orang

Keahlianku mendeklamasikan
Seperti para betina di Café Dahlia
Merangsang dan menjanjikan
Kelebihanku membayar dan dibayar

Sore itu, jutaan kepala tunduk di kakiku
Aku meracik bumbu di panggung
Supaya tak ragu memilihku
Bukanya aku penipu

Janji dari mulutku yang tak pernah bau
Mereka berseru, hidup pak Tabuu
Pikirku, sungguh orang orang lugu
Suka janji, Padahal ku tipu

Aku bukan penipu tapi penipu
Aku bangsawan tapi bukan cendikiawan
Aku bangsawan pertanian
Aku bangsawan perkebunan, jelasnya penanaman

Petani menanam padi memanen gabah
Singkong pekebun tanam
Singkong juga dipanennya
Sayang aku bukan mereka

Aku penanam milliaran
Memanen tahta dan singgasana
Menjual kuasa kembali modal
Kekuasaan dan milliaran

Aku tikus di ladang
Menyelinap di pematang
Memakan padi milik pak Gadang
Bersembunyi dibalik ular Negara

Kau jangan menangis, kau tak saudara
Kau jangan menunjuk, kau tak membayar
Siapa yang melelang dia ku berikan singgasana
Kau bicara tanpa jutaan, ku lempar ke neraka

Jangan bilang aku serakah
Aku berdagang dari milliaran
Pantasnya aku dapat jabatan dan meliaran
Sebagai raja penguasa

oleh I Nyoman Alit Suwarbawa
Singaraja, 05 Des 09

Jumat, 04 Desember 2009

Ucapan Terimakasi kepada Pak Wayan Artika


Kelas A 2006 PBSI
Kami adalah sebuah keluarga kecil. Kami lahir dari lain rahim dan datang dari lain daerah. Kami bertemu di kelas A Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja bulan September tahun 2006.
Awal pertemuan, belum menemukan jiwa persaudaraan yang sejati pada batin kami. Kelas kami masih terdiri atas beberapa blok. Bahkan ada pemilihan teman diantara kami. Mungkin karena darah dan jiwa kami yang berbeda.
Kami otak otak yang kosong. Kurang refrensi yang kami miliki. Tak tahu kelas itu apa. Sahabat itu apa. Sodara itu apa.
Sewaktu semester 3 kami bertemu dengan bapak Wayan Artika. Beliau adalah dosen yang membimbing mata kuliah drama dan menulis 2 saat itu. Sosok pengarang novel incest itu membimbing kami sehingga tumbuh rasa persaudaraan yang abadi pada diri kami.
Beberapa buku, cara hidup dan apa arti kelas dikenalkan oleh beliau. Saya sendiri sadar bahwa kami adalah keluarga yang harus menjaga, mencinta, menyayangi kelas ini. baik buruk kelas bergantung kepada kami.
Pak Yan kami sebut beliau. Banyak hal yang telah diberikan Pak Yan. Semangat, mental, dukungan, dll. Semua yang telah diberikannya tak sanggup saya tulis semuanya. Kami sangat berterimakasi kepada Pak Yan. Beliaulah yang menjadi inspirasi kami selama ini untuk terus maju, bertanggung jawab dan berkarya.
Dosen yang sering memakai Jins ke kelas ini pernah menyuruh kami untuk mencium uang sebelum dibelanjakan. Ini menarik sekali, dengan itu saya ingat bahwa cucuran kringat orang tua saya selalu menyertai hidup saya di kota panas ini.

Banyak hal yang kami kenang bersama beliau. Belum lagi kelas Pacung I dan II yang membuat persaudaraan kami semakin melekat.

Terimakasi Pak Yan

oleh inas klepon
Mengenang kisah bersama Pak Wayan Artika

Selasa, 01 Desember 2009

HUKUM riMba

hukum rimba negara ku
ini sudah dari zaman bahklat
dari jamnnya raja-raja
sikaya semakin tertawa
simiskin meracu tak jelas

coba kau lihat hukum rimba
siapa yang kuat ia berhak berkuasa,,
memangsa,, menerjang dan menjadi raja
ini sudah biasa,,,
tapi ada yang luar biasa,,

seraut wajah tertunduk lesu
di balik jeruji,, hanya tertunduk malu
mengapa?
apa yang terjadi padanya?
coba kau dengar alasan mereka
hanya mengambil semangka yang bukan punyanya
ia harus menikmati senja di balik pintu besi
dan mengubur sumua mimpi-mimpi
apa karena ia tak mampu menghadirkan jaksa

O, coba kau dengat lagi,,,
direktur buncit tertangkap menggelapkan dana jutaan rupiah
tapi dia masih bisa tertawa bebas
hingga saat ini masih bisa menghirup udara fana
ini adalah hukum,,,
hukum rimba di negaraku
mungkin kareana negaraku banyak memiliki hutan
atau warisan dari zaman raja-raja

AtA pAdI (DW SArtk,,02,12,09)

Minggu, 22 November 2009

SAJAK BUAT SANG PENYAIR

Sajak Buat Sang Penyair

Aku tak mengenal dirinya
Tapi namanya tak asing ditelinga
Kau meracu dan menusuk puluhan badut-badut rakus
Kau tak pernah letih untuk berseru
Di dunia fana ini kau terus meracu
Untuk mereka yang telah dirampas
Kau tanyakan keadilan rakyat jelata
Di balik kerasnya dinding penguasa

Sebuah berita dari sang penyair
Jauh sungguh jauh kabar ini mampir
Sang penyair kini buta, tuli, dan bisu,,
udara tak lagi berhembus dua lubang sudah tertutup
hujan air mata melepasmu pergi
sajak-sajakmu takkan pernah mati

kini kau terbang jauh tinggalkan dunia fana
selamat jalan burung merak
anyam sarangmu dalam singasana Surga
(ata padi)

“beliau telah pergi (WS.Rendra) puisi-puisinya takan pernah mati
Karena yang ia tulis adalah kata hatinya”

Sabtu, 21 November 2009

NOVEMBER SENYAP 09 SAJAK DUKA

Aku tulis sajak ini di malam senyap tak berbintang
mimpi-mimpi tergangugu karena bimbang
hari ini aku bebas karena tidak ada kelas
biarkan kertas dan tinta yang berbicara
dalam keluh dunia fatamorgana

O, zaman edan! zaman manipulasi paranormal
O, malam kelam pikiran insan yang tak normal
tercabik sudah keteduhan jalan Tuhan
terhasut kabar pembawa duka
Kepastian hidup terhuyung-huyung dalam comberan

O, kau kabarkan berita duka
O, sihir kami dengan tingkahmu yang tak normal
kau sebarkan kehancuran dari plosok dunia
mencikik hati dalam ketakutan
pendeta selalu mengingatkan
bahwa kuasa Tuhan lebih tinggi
dari ketinggian para politisi, raja-raja, dan tentara

hentikan semua celotehmu
kau bukan Tuhan,, KAU adalah orang yang tak normal
kumpulan paranormal pembawa sial
Berhentilah menjadi penguasa
karena ini bukan zaman raja-raja
siapa yang harus kita percaya?
dia yang berkuasa dalam kuasaNya

O,, Tuhan penguasa alam fana
hatiku tercabik mendengar kabar duka
O,, Tuhan aku yang terjerat fatamorgana
tersilau tenun kemerlap harta
biarkan aku gila
gila akan kebesaranmu dan kuasamu
O,, jangan biarkan aku lupa
lupa akan diriMu

aku masih bimbang dalam segala rasa
aku masih berbalut dosa dunia fana
benarkah kabar itu, kabar duka
kabar kehancuran dunia fana

malam gelap tak berbintang,, melihat murung wajah pertiwi
rasa bimbang dalam sajakku,, basah kertas air mataku
(aTa Padi)

Jumat, 20 November 2009

ISI RIMBA

Pertiwi ku kering,,, aku bertanya Ulah siapa
bumi ku panas tingkah siapa
lestarikan alam hanya coleteh belaka
mengapa tidak dari dulu saja,,
tanyaku mengapa?

badut-badut serakah hanya bisa tertawa
dalam kehancuran ia menari
demi isi sebuah kantong ia bernyanyi
tidakah dia merasa keringat bercucuran saat ku diam
dimana ketenangan itu
dimana kedamaian itu,,,,

isi rimba tiada teduh lagi,,,
hanya tandus dan tanah yang kering kerontang
sebuah kabar pengantar duka, sebuah kabar membuat bimbang
aku rindu tetesan bumi,, aku rindu pertiwi basah oleh mata dewa
tapi aku benci jika air mata tertetes dipipiku
melihat tanah ku kering,, tapi ini ulah siapa
ingin ku menangis tapi basahilah tanah retakku
beri aku kesejukan

dari badut-badut serakah

Selasa, 17 November 2009

Temani Menemani

Kenapa kau kesini?
Kataku kau jangan kesini
Aku tak mau kau kesini
Aku tak mau kau bekerja disini

Wacanamu banyak malam ini
Malam ini aku telah disini
Aku salah datang kesini
Aku salah datang hari ini

Pergi saja
Usir aku dari gang Kenanga
Untuk apa disini kau?
Untukmu jawabku

Kau sibuk dengan tugas itu?
Aku menjalankan tugasku
Tapi aku ingin disini
Ditemani dan menemani

Man panggil Kadek
Aku jawab we
Kadek pergi begitu saja
Buku kau buka

Buku sampul kuning
Entah apa kau tulis
Kau menarikan pensil
Dari kanan ke kiri

Pergilah…
Kau menunduk mengatakannya
Aku mau istirahat
Pulang, tegaskan

SMSmu baru masuk
Mungkin jaringan terganggu
Aku sungguh tak tau
Malam ini kau tak bernafsu

oleh I Nyoman Alit Suwarbawa, 17 nov 2009

RAKUS

Tidak…
Aku tak mau itu
Tidak…
Ia sangat rakus

Singa telah mengaga
Taring-taring siap meluka
Siapa lengah dia dicengkram
Kau lengah? atau Kau Singa?

Si kecil telah dimakan
Itu biasa jawabnya
Kau membunuhnya
Untuk hidup katanya

Buas…
Sudah akrab denganku
Jambot hukum?
Tak akan pernah mengurungku

Sekarang borgol di tanganku
Tak selesai menghitung jari
Dilepasnya pula borgol itu
Tanpa aku mereka tak makan

Semakin banyak katanya
Hukum terus diremehkannya
Aku benci mendengar keangkuhannya
Tapi aku hanya serdadunya



oleh I Nyoman Alit Suwarbawa, Singaraja 17 nov 2009

Sabtu, 14 November 2009

Dongeng

MANGKU MOKSA & ASUAJAG
Oleh INAS Klepon
Karena kebaikannya, ia dipanggil Mangku Moksa. Ia adalah seorang lelaki yang telah paruh baya. Mangku Moksa yang masih tegar, menjalani hidup sendiri. Ia tidak mempunyai anak karena ia tidak pernah menikah. Istri saja dia tidak punya apalagi anak.
Kesehariaanya Mangku Moksa bekerja di kebun. Pagi ia memasak untuk bekal ke kebun dan siangnya ia kekebun merawat kebunnya. Di kebun ia menanam ubi rambat dan jagung. Siang hari ia kekebun mengunakan baju yang terbuat dari karung goni dan sore hari ia pulang dengan membawa barang dengan sanan. Di depan ditaruhnya daun ubi dan di belakang ubi dan jagung. Daun ubi untuk diberikan makan babi dan ubi serta jagung digunakan untuk makanan sendiri.
Jagung dan ubi yang ditanamnya tumbuh dengan subur, daun-daunnya lebat hijau, batang-batangnya besar, ubinya berondot-rondot, dan jagungnya empat tongkol. Hehehe… hari demi hari tak pernah ia lelah untuk merawat kebunnya, menggerburkan tanahnya, menyirami, membersihkannya.
Kebun I Mangku Moksa berada tak jauh dari rumahnya, yaitu di tengah hutan di utara rumahnya. Di tengah rimbun dan hijaunya hutan itu hidup berbagai macam binatang, seperti monyet, anjing, kambing, ayam, rusa, dan lain-lain.
Suatu hari ada seorang yang berburu ke hutan itu. Ia adalah I Raden Mantri dari kuripan. Ia berburu sendiri tanpa didampingi oleh pengawal atau teman-temannya. I Randen Mantri membawa tombak dan panah, di kanan tombak dan di kiri panah.
Di samping kebun Mangku Moksa, Raden Mantri melihat Asuajag bersama tiga anaknya yang gemuk. Disanalah Randen Mantri mengejar Asuajag.
Asuajag adalah seekor anjing, ia memiliki tiga anak. Dua anaknya adalah cewek yang gemuk-gemuk dan lagi satunya cowok yang lebih gemuk dari yang lain.
Melihat Raden Mantri mengejarnya, Asuajag lari kalang kabut. Mereka berpisah, ada yang lari keselatan, timur, barat, dan utara. Asuajag lari ke arah timur, anaknya yang cewek berlari ke barat dan anaknya yang cewek lagi satunya berlari keselatan sedangkan anaknya yang cowok berlari ke utara ke kebun Mangku Moksa, sampai ia terengah-engah dan disana ia bersembunyi.
Melihat salah satu asuajag berlari ke utara melewati kebun Mangku Moksa, Raden Mantri mengejarnya kesana. Namun sayang Raden Mantri kehilangan jejak. Raden Mantripun bertanya pada Mangku Moksa.
Raden Mantri : Mangku melihat Asuajag lewat kesini? Tadi larinya kesini tapi sampai disini ia hilang.
Mangku Moksa : Maaf Raden saya tidak melihatnya. Mungkin ia lari ke utara Tuan.
Raden Mantri : Ya.
Raden mantra langsung pergi untuk mengejar Asuajag ke utara.
Karena kasihan Mangku Moksa sengaja menyembunyikan Asuajag agar tidak dibunuh oleh Raden Mantri. Mungkin capek berlari dalam kondisi tegang hingga Asuajag lemas dan bersembunyi di bawah pohon pisang.
Melihat Asuajag terseenga-engah, mangku moksa langsung membuka baju karung goninya untuk dijadikan tempat membawa Asuajag. Asuajag dimasukkan ke dalam karung goni dan dipikul di depan agar tidak dilihat oleh Raden Mantri.
Mangku Moksa berjalan setapak dan terus melangkahkan kakinya walaupun agak berat Asuajag dalam karung. Sampai di rumah, Mangku Moksa mengikat Asuajag di pilar rumahnya. Asuajag kini menjadi peliharaan Mangku Moksa.
Sampai disini tak diceitakan lagi Raden Mantri karena ia telah hilang entahkemana pergi berburu.
Karena Asuajag dipelihara di rumah Mangku Moksa, Asuajag tumbuh semakin besar begitu juga Mangku Moksa semakin tua.
Di pagi hari sebelum pergi ke kebun, setiap memasak nasi titisannya deberikan kepada Asuajag, datang dari kebun Mangku Moksa lagi memberikan makan kepada Asuajag. Setiap hari terus begitu. Hingga Asuajag gemuk, besar dan Mangku Moksa semakin tua.
Karena setiap hari Asuajag diberikan makanan enak dan setelah lama Mangku Moksa tua serta tidak mampu lagi untuk pergi ke kebun. Memasak juga tidak mampu karena sudah tua renta.
Di sinilah Asuajag marah dan ingin memakan Mangku Moksa.
Asuajag : Mangku… Saya disini lama tidak Mangku beri makan, bisa bisa saya kurus… sekarang saya lapar.
Mangku Moksa : Terus bagaimana sekarang? Mangku sudah tua, tidak mampu untuk ke kebun mencari bahan makanan, memasak tak mampu, apalagi ke kebun atau memasak berjalan saja saya tidak mampu.
Asuajag : Kalau begitu, saya semakin kurus disini? Bagaimana sekarang, saya lapar sekali?
Mangku Moksa : Terus bagaimana kemauanmu sekarang?
Asuajag : Mangku yang sekarang saya terkam, saya makan…
Merasa dirinya telah besar dan pantas memakan Mangku Moksa yang telah tua renta, Asuajag ingin memakan Mangku Moksa. Mangku Moksa mencoba mengelak dari cengkraman Asuajag dengan mencoba memberikan penjelasan.
Mangku Moksa : Kalau begini kemauanmu berarti kamu lupa waktu dulu kamu terengah-engah di pohon pisang Mangku yang menyelamatkan dari pemburu. Dari kecil Mangku yang memberikan makan. Kenapa sekarang Mangku yang inin kamu makan?
Asuajag : bagaimana, saya terikat disina dan saya lapar. Tak ada yang lain selain Mangku yang dapat saya cengkram dan sobek-sobek saya makan.
Mangku Moksa : Beh… kalau begitu. Sekarang begini ya? Biar benar cobak tanyakan, pantaskah kamu memakan saya yang telah membesarkanmu dari kecil? Sekarang tanyakan kepada yang lebih paham, disini ada hakim. Yang di utara itu rumahnya.
Asuajag : ya. Lepaskan saya, saya yang ikut kesana.
Mangku moksa dan Asuajag bersama-sama mencari rumah hakim untuk kebenaran, apakah pantas Mangku Moksa mati dimakan Asuajag.
Mereka berjalan dan setelah dekat rumah hakim sementara dilihatlah Poh Gading yang menjadi hakim sementara. Dan setelah dekat Poh Gading langsung tertawa melihat kedatangan mereka berdua.
Poh Gading : hihihi… Kok tumben Mangku Moksa bersama Asuajag? Mau ngapain kesini?
Mangku Moksa : Saya kesini karena saya mau bertanya kepada Poh Gading?
Poh Gading : Bertanya apa?
Mangku Moksa : dahulu sewaktu Asuajag masih kecil saya pungut dan saya pelihara di rumah hingga besar dan setelah besar seperti sekarang ini saya sudah tua tidak bisa memberikan makan, Asuajag mau memakan saya, apakah benar saya harus dimakan Asuajag?
Poh Gading : Oooh begitu? Sebelumnya saya dulu menceritakan hidup saya kepada Mangku. Sewaktu saya masih kecil saya ditanam di tengah halaman rumahnya, waktu itu belum dia punya rumah, bale dangin tidak ada, bale dauh tidak juga, meten juga tak ada, begitu juga dapur. Yang memungut saya di got, saya ditanam, setiap pagi disirami, dimandiin, dicarikan pupuk kandang sapi dan babi. Sesudah saya besar, saya berbuah lebat. Batang saya yang di barat lebat dengan buah atas sampai bawah, di timur juga lebat, begitu juga yang di utara dan selatan. Karena buah saya dia mampu membangun, bale dangin bagus, dapur bagus dan yang lainnya. Namun sekarang saya mau dicarikan penebang karena dahan-dahan saya menutupi rumahnya. Batang saya mau dipakai papan, dan dahan yang kecil-kecil mau dipakai membakar Bata. Yeh… setelah saya tua renta saya mau dibunuh sama seperti mangku.
Asuajag : hom… (mulutnya mengaga mau mencengkram)
Mendengar kata Poh Gading, Asuajag makin tidak sabaran ingin menghabisi Mangku Moksa.
Asuajag : Hoom… sepatutnya sekarang mangku moksa mati karena sudah tua. Begitu juga keputusan Poh Gading, karena menutupi rumah maka Poh Gading harus mati I Mangku Moksa juga mati. Oooweng…. Sembari mencengkeram
Mangku Moksa : jangan. Jangan dulu kamu membunuhku, masih banyak yang harus dimintai pertimbangan, masih dua saksi yang harus dimintai pertimbangan. Kalau sudah sepatutnya saya dikatakan mati, bunuh saja saya nanti.
Poh Gading : Karena saya sudah tua, sepatutnya saya dibunuh karena saya sudah mengganggu di rumah ini. Begitu juga mangku sudah sepatutnya mati karena sudah tua.
Asuajag : Oooweng… menganga mulutnya ingin menyantap mangku moksa.
Mangku Moksa : Jangan dulu, masih ada dua saksi yang harus ditemui.
Asuajag : Siapa?
Mangku Moksa : Kerbau namanya.
Asuajag : Dimana rumahnya?
Mangku Moksa : Di utara, tidak jauh kok.
Mereka berjalan menyusuri rimbunnya pohon-pohon besar. Setiap langkah Mangku Moksa dikejutkan oleh taring Asuajag yang ingin menyambarnya. Mangku Moksa hanya mampu menyakinkan “jangan” dengan rasa yang takut untuk meninggalkan kehidupan.
Diperjalanan dilihatlah si Kerbau mencari makan di pingiran jalan. Kerbau yang telah tua kotor takpaknya tak ada yang merawat. Tegur sapa kerbau menyambut kedatangan mereka.
Kerbau : ye… tumben Mangku dan Asuajag bersama.
Mangku Moksa : Saya mau minta pertimbangan kepada kerbau.
Kerbau : kenapa?
Mangku Moksa : Dari kecil saya membesarkan Asuajag sampai ia besar seperti ini, sekarang saya sudah tua dan tidak bisa mencari makanan, saya mau dimakan olehnya (Asuajag).
Kerbau : Peh, Kalau begitu saya mau menceritakan kisah saya kenapa saya mencari makan di penggir jalan.
Mangku Moksa : ya,bagaimana?
Kerbau : dulu sewaktu saya masih sehat dan kuat tidak pernah yang namanya saya kotor atau kena kotoran, tidak pernah saya mencari makan. Bagaimana lebatnya hujan, bagaimana panasnya terik matahari, yang memelihara saya membuatkan rumah saya. Kotoran saya ada yang membersihkan dipakai pupuk kandang. Makanan dicarikan walaupun hujan lebat, anaknya mencarikan seikat, ayahnya seikat sampai saya tidak bisa menghabiskan. Karena saya sekarang sudah tua, apalagi bisa membajak menarik bajak. Ne pantatku masih berisi kotoran tidak ada yang peduli, apalagi ada yang membawakan makanan makanya saya mencari makan di jalan-jalan. Ne Mangku sama seperti saya, yang memelihara saya sekarang mau membunuh saya, mencarikan saya Jagal (tukang potong hewan). Setelah mati, tanduk saya dipakai sisir dan ukir-ukiran, tulang saya mau dipakai piring, kulit saya mau dipakai wayang. Karena Mangku Sudah tua sudah sepatutnya Mangku mati.
Asuajag : Oooweng… nah,, dua sudah mencari saksi sekarang mati Mangku Moksa, kedua-duanya telah memutuskan Mangku mati. Oooweng … Menganga mulutnya menyambar Mangku Moksa
Mangku Moksa : Jangan dulu ya, masih Mangku punya saksi lagi satu.
Asuajag : Dimana rumahnya?
Mangku Moksa : Tidak jauh, di utara lagi sedikit.
Kembali mereka berjalan mencari rumah saksi ketiga, sampai di depan rumah saksi itu, dilihatlah saksi itu sedang di halaman rumahnya. Saksi itu bernama Dewa Gede yaitu manusia.
Sudah sampai depan rumah Dewa Gede, merekapun disambut dengan hormat oleh Dewa Gede.
Dewa Gede : ye… Mangku Moksa Tumben bersama Asuajag mau kemana?
Mangku Moksa : Dewa, saya datang kesini mau minta pertimbangan kepada Dewa.
Dewa Gede : Pertimbangan apa? Ya duduk dulu disini.
Mangku Moksa : mengingat masa lalu sewaktu saya dikebun.
Dewa gede : lantas kenapa?
Mangku Moksa : saya melihat Asuajag masih kecil dikejar oleh pemburu, asuajag sembunyi karena kelelahan dan saya pungut, saya masukkan ke dalam baju karung dan saya bawa pulang. Saya pelihara dia sampai besar seperti ini, sekarang saya tidak mampu ke kebun mencari makanan dan saya tidak mampu memberi makan Asuajag. Sekarang saya mau dimakan, sepatutnya seperti itu?
Dewa Gede : Oh… begitu. Beneran begitu Asuajag?
Asuajag : bener, lima hari saya tidak dikasi makan dan minum, lapar saya.
Dewa Gede : kalau lapar, Mangku Moksa yang mau dimakan?
Asuajag : ya.
Dewa Gede : bah, kalau begitu. Biar terbukti kebenarannya, bagaimana kejadiannya dulu, waktu pertama memasukkan Asuajag ke baju karung? Coba peragakan sekarang disini. Biar pasti masih baju karungnya?
Mangku Moksa : Baju itu sudah robek, tapi sekarang saya bawa karung yang saya pakai sekarang.
Dewa Gede : ya pakai itu saja. Coba sekarang peragakan biar pasti kejadiannya, biar bisa memberikan pertimbangan yang benar dan salah, biar tidak yang salah saya katakana benar. Tidak boleh mengatakan yang benar salah dan yang salah benar. Nah sekarang peraktikkan sewaktu memungut Asuajag, apa yang dipakai membungkus biar tidak kelihatan!
Asujag : saya dimasukan ke dalam bajunya sampai saya tidak mampu bernapas, hampir saya mati.
Dewa gede : beneran sampai sesak Asuajag di dalam? Bagaimana cara mangku sampai dia sesak dalam karung? Nah, sekarang peragakan bagaimana memasukkannya, dimana diikat!
Mangku Moksa : saya beginikan, saya masukan dia.
Dewa Gede : beh begitu cara mangku memasukkan pantas sampai sesak dia di dalam. Sekarang mangku ikat lagi? Bagaimana cara mengikatnya?
Mangku Moksa : ya, biar tidak terlihat oleh yang memburu saya ikat.
Dewa Gede : erat ikatannya?
Mangku Moksa : ya…
Dewa Gede : bagaimana ikatannya yang kuat, coba sekarang peraktikan.
Kret…kret…kret… keras sekali ikatan Mangku Moksa. Setelah terikat ujung karung tersebut, Asuajag tak berkutik lagi. Dewa gede berbisik “bawa pisau? Sekarang tusuk dibagian lehernya!” kepada Mangku Moksa. Mangku moksa langsung mengambil belati dipinggangnya, mencari leher Asuajag dan langsung menghujaninya dengan belati.
Crut…cret…crot… bersumbar darah Asuajag kesana kemari. Tanpa daya Asuajag mati dan cerita pun berakhir.

NB: Cerita ini saya tulis berdasarkan cerita yang sering diceritakan oleh kakek saya sewaktu saya masih kecil. Cerita ini memberikan pengetahuan bahwa sebagai manusia kita tidak boleh menyakiti orang yang telah melahirkan dan membesarkan kita.

Kamis, 12 November 2009

Apresiasi Sastra


Peradilan Rakyat oleh Putu Wijaya menceritakan seorang pengacara muda yang dihakimi masyarakat karena ia ingin memberi pelajaran terhadap hukum Negara yang tidak pernah adil.
Cerita ini berawal dari kedatangan pengacara muda ke rumah ayahnya pengacara senior. Pengacara muda mengatakan bahwa dirinya mendapat tawaran dari pemerintah untuk menjadi pengacara pembela penjahat besar. Setelah diselidiki olehnya, pengacara muda tahu bahwa dirinya hanya dijadikan tumbal dalam teater hikum Negara dan akhirnya ia menolak tawaran Negara. Namun, di hari lain penjahat besar itu datang sendiri meminta bantuan kepada pengacara muda. Ppengacara muda menerima tawaran itu karena ia ingin memberikan pelajaran kepada Negara agar tidak mempermainkan hukum demi terlihatnya hukum Negara akan menjerat semua penjahat.
Pengacara senior memberi dukungan kepada pengacara muda dan menasehatinya untuk berhati-hati. Perkara akhirnya dimenangkan oleh penjahat besar itu. Penjahat besar lari ke Negara lain. Negara menjadi kacau. masyarakat berdemo. Pengacara muda diculik dan dibunuh.
·         Kali pertama saya membaca cerpen Peradilan Rakyat karya Pak Putu Wijaya, saya sangat senang. Banyak hal yang dapat saya petik dari cerpen tersebut, Misalnya:
Ø  Kehidupan adalah kebenaran yang ada dalam diri anda. Jangan biarkan orang lain menjatuhkan anda untuk suatu kebohongan.
Ø  Dalam menjalani suatu kehidupan kita harus berani dan jangan takut terhadap hasilnya tapi banggalah terhadap proses yang anda lakukan untuk meraih keberhasilan. Hasil akan baik jika anda beruntung dan akan buruk jika lagi kurang beruntung.
Ø  Jangan pernah mengabaikan perkataan orang tua, karena mereka sangat menyayangi anda.
Bagi anda yang ingin membaca cerpen Peradilan Rakyat oleh Putu Wijaya silakan ikuti tautan di bawah ini…
http://kumpulan-cerpen.blogspot.com/

oleh:INAS Klepon

Senin, 09 November 2009

A.W.SURVEYS

A. W. Surveys Bagi-Bagi Dolar

Bagi anda yang ingin dengan mudah mendapatkan dolar, mari bergabung bersama kami di A. W. Surveys. hanya dengan sing up anda akan mendapatkan $27. anda tidak perlu meluangkan banyak waktu anda untuk mendapatkan dolar. anda hanya perlu menghidupkan HP yang didukung WEB atau melalui Internet PC, membuka A.W Surveys lalu menjalankannya sesuka anda. anda tidak perlu lama2 duduk atau bekerja keras, dijamin jika anda benar menjalankannya dolar akan mengalis ke rekening anda. untuk daftar / sing up anda ikuti saja tautan di bawah ini
$6.00 Welcome Survey After Free Registration!

Sabtu, 31 Oktober 2009

cerpen

Untuk Siapa?
oleh INAS klepon99

“Dua koma lima puluh”, bisik kecil di tengah kegaduhan Lobi kampus Ganda Mayu. Tersengak beberapa mahasiswa lusuh memandangi papan pengumuman terlem di dinding putih celah sempit itu. “uh gak adil” oceh salah seorang dari tiga mahasiswa yang melintas di dekat Made Jengah. Made terkejut.
Made kenal tiga mahasiswa itu. Mahasiswa itu sering berjalan kaki dari jalan Kenanga ke Kampus. Made sering melihat mereka makan nasi bungkus di warung kecil selatan Kampus. Mereka juga sering membaca buku-buku yang sebagian robek, hilang dan penuh coretan serta tanpa cover di perpustakaan. “Ada apa itu, kenapa mereka mengeluhkan papan?” Selintas kata itu di broca Made.
Made mulai menyusuri celah kecil gedung itu, mendekati papan di antara rambut-rambut mahasiswa. Tiga menit berhadapan dengan rambut-rambut Made pun melihat jelas apa yang membuat tiga mahasiswa itu mengeluh.
Perlahan Made membaca huruf-huruf yang membentuk sebuah kata, kata-kata yang membentuk sebuah frasa, frasa-frasa yang membentuk sebuah kelausa dan kalimat-kalimat yang menyampaikan pesan dengan wacana itu. Akhirnya Made sadar dirinya bernasib sama dengan tiga mahasiswa lusuh itu.
Made membiarkan mahasiswa lain mengambil posisinya dan ia meninggalkan coretan kertas itu. Terus melangkah, tangan mengusap rambut kiri dan semakin jauh dari ruang itu. Sorak lalu lalang mahasiswa rapi-rapi pun menghiasi rona matanya di bawah Kamboja tengah kampus.
“Nyari dong, IPku tiga koma nol lo” jawab seorang mahasiswa kepada temannya yang sama-sama berpenampilan mewah. Made mendengar semua perbincangan mereka sambil duduk di antara roda empat Dosen.
Made tahu mereka mahasiswa yang elit. Made pernah melihat salah seorang dari mereka menyetir Honda Marun. Made pernah melihat satu diantara mereka memamerkan buku licin kepada temannya. Mereka juga sering makan di Mana Lagi. “Tak adil” Made Jengah menggerutu di hatinya, berdiri dan meninggalkan mahasiswa-mahasiswi itu.
Langkah Made semakin dekat dengan bebek roda duanya. Wajah pucatnya semakin pucat saat ia memakai pelindung kepala. Kata mahasiswa mahasiswi itu semakin membuatnya jengah dengan kebijakan pendidikan ini.
perlahan ia duduk di motor yang joknya panas dan mulai melajukan motornya keluar dari kampus kecil itu. Keramaian jalan Dewi Sartika sedikit senyapkan pikiran itu dari broccanya. Pohon per pohon ia lewati, pohon kecil pohon besar terus dilaju bebek itu.
Kuuuut… pintu kos Made telah menanti dari pagi. Made masuk ke ruang tamu ia lihat teman-temanya suntuk menonton Patroli siang. Tak satupun tercetus dari mulut Made, teman-teman pun enggan tuk menyapa cemberut Made jengah. Made berlalu saja depan televisi dan masuk kamar.
Kota Deha yang panas, kipas angin tiada buat panas semakin panas. Made dalam pengap kamar teringat kembali apa yang terjadi di kampus tadi. “kenapa? Kenapa hanya mereka? Kenapa orang yang telah mampu dibiayai keluarganya lagi ditanggung pemerintah?” Cetus cetus kecil terus keluar dari liang brocca Made.
“Kenapa orang yang telah dibelikan buku bapak ibunya malah dibelikan buku lagi? Apa aku tak pantas jadi orang pintar?” Made bertanya pada dinding kamarnya. Dinding diam dan made tertunduk lagi dan menggerutu lagi.
“Belajar itu perlu buku. Kata Dosen biar pintar harus banyak baca buku. tapi aku? Aku tak punya uang buat beli buku, bapakku tak pernah belikan aku buku apalagi ibuku yang tak tamat SD, untuk membekaliku kuliah di kota ini ia harus menjadi kuli di pasar Dalem. Hanya pemerintah ku harap membelikanku buku.” Tapi nyatanya aku tak punya kesempatan. Apa aku harus terus membaca buku-buku yang sebagian hilang, banyak coretan, terlepas disana sini, apa seperti itu buku yang harus ku baca di perpustakaan?
“Aku tak mengerti, apa buku dulu atau pintar dulu? Agar aku punya buku IPku harus tinggi dulu? Tapi gimana bisa punya IP tinggi kalau gak baca buku?”
“ah” Made keluar dari kamar. Made terdiam di sopa biru, matanya melek, tak mau terpejam sedetikpun. Singa itu merangkak, menyinjit, perlahan mendekati Sapi muda itu, akhirnya Singa melompat dan Sapi pun berlumur darah.
“ya, benar” Made berteriak setelah melihat Singa yang mematikan Sapi di Trans7. Temannya terkejut “kenapa De?” Senyum Made melebar “ya, Singa bisa membunuh mangsanya tanpa peluru atau tombak, aku pun harus bisa seperti itu agar aku dapat BEASISWA itu. Ya”… ketus Made kecil.

Rabu, 28 Oktober 2009


Banyak Pemuda Lupa Sumpah Pemuda

Peristiwa Sumpah Pemuda yang terjadi tepat 81 tahun lalu menjadi cikal bakal bersatunya bangsa Indonesia. Hampir seabad silam, sumpah setia hasil rumusan Kerapatan Pemoeda-Pemoedi Indonesia dibacakan oleh Ketua Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia Sugondo Djojopuspito. Sumpah yang diikrarkan di sebuah bangunan di Jalan Kramat Raya 106, Jakarta Pusat itu bertujuan untuk memperkuat persatuan Indonesia yaitu sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan kemauan. Sayangnya, semangat juang para pendahulu tidak diresapi oleh generasi muda di zaman ini.

Para pelajar banyak yang lupa ketika ditanya tentang isi dari Sumpah Pemuda. Bahkan, ada yang guyon menjawab pertanyaan apakah makna Sumpah Pemuda. Lucunya, ada yang mengartikan Sumpah Pemuda sebagai emansipasi pemuda-pemudi. Padahal sudah jelas bahwa sumpah tersebut adalah alat pemersatu bangsa.

Kendati demikian, Sumpah Pemuda tetap diperingati dengan khidmat oleh berbagai kalangan di berbagai penjuru Tanah Air. Di Taman Makam Pahlawan, Kalibata, Jakarta, misalnya. Upacara khusus digelar untuk memperingati Sumpah Pemuda. Para polisi lalu lintas bagian SIM di Samsat Jakarta Barat menjalani tugas mereka lengkap dengan beragam pakaian adat layaknya para jong di Kongres Pemuda pada 1928 silam.

Sekadar informasi, bangunan tempat Sumpah Pemuda diikrarkan sempat dipugar Pemda DKI Jakarta pada 3 April-20 Mei 1973 dan diresmikan Gubernur DKI Jakarta waktu itu, Ali Sadikin, pada 20 Mei 1973 sebagai Gedung Sumpah Pemuda. Gedung ini kembali diresmikan oleh bekas Presiden Indonesia Soeharto pada 20 Mei 1974. Dalam perjalanan sejarah, Gedung Sumpah Pemuda pernah dikelola Pemda DKI Jakarta dan saat ini dikelola Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.(ASW/AND)

sumber: Liputan6.com


Peringati Hari Sumpah Pemuda


SOEMPAH PEMOEDA
Pertama :
- KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE, TANAH AIR INDONESIA
Kedua :
- KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA, MENGAKOE BERBANGSA JANG SATOE, BANGSA INDONESIA
Ketiga :
- KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGJOENJOENG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA
Djakarta, 28 Oktober 1928

Selasa, 13 Oktober 2009

Selamat Hari Raya Galungan dan Kuningan

Saat ini kita sedang mengalami krisis yang cukup parah. semua itu tak terlepas dari segala bencana yang melanda negeri kita. baik bencana alam maupun bencana-bencana yang lainnya.
Sekarang musim hujan telah mengguyur negeri kita namun basahnya daratan tak menghilangkan kering negeri kita. kering dari materi dan rohani.
Walaupun keadaan sekarang kering karena krisis namun kita harus lewati hari raya ini penuh dengan ketenangan. jangan biarkan rasa takut akan bencana menghantui pikiran anda menjadi kalut dan kering seperti negeri ini. apalagi anda berpikir sempit karena keadaan negeri yang memang terjepit oleh utang-utang negara.
selain itu kita harus lewati hari besar ini dengan hati yang damai. terlepas tari perasangka buruk. yakinlah semuanya akan damai..........
 

harta karun

bagi teman2/om/tante, bisa bergabung bersama kami untuk menemukan dolar yang akan bisa anda miliki sendiri. mau gabung??? klik saja link di bawah ini...

Sitemeter

pasang barner dapat dolar

yahoo messenger