Paypal Bank Online

bisnis online dengan paypal. klik logo di bawah ini Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.

rss

Minggu, 22 November 2009

SAJAK BUAT SANG PENYAIR

Sajak Buat Sang Penyair

Aku tak mengenal dirinya
Tapi namanya tak asing ditelinga
Kau meracu dan menusuk puluhan badut-badut rakus
Kau tak pernah letih untuk berseru
Di dunia fana ini kau terus meracu
Untuk mereka yang telah dirampas
Kau tanyakan keadilan rakyat jelata
Di balik kerasnya dinding penguasa

Sebuah berita dari sang penyair
Jauh sungguh jauh kabar ini mampir
Sang penyair kini buta, tuli, dan bisu,,
udara tak lagi berhembus dua lubang sudah tertutup
hujan air mata melepasmu pergi
sajak-sajakmu takkan pernah mati

kini kau terbang jauh tinggalkan dunia fana
selamat jalan burung merak
anyam sarangmu dalam singasana Surga
(ata padi)

“beliau telah pergi (WS.Rendra) puisi-puisinya takan pernah mati
Karena yang ia tulis adalah kata hatinya”

Sabtu, 21 November 2009

NOVEMBER SENYAP 09 SAJAK DUKA

Aku tulis sajak ini di malam senyap tak berbintang
mimpi-mimpi tergangugu karena bimbang
hari ini aku bebas karena tidak ada kelas
biarkan kertas dan tinta yang berbicara
dalam keluh dunia fatamorgana

O, zaman edan! zaman manipulasi paranormal
O, malam kelam pikiran insan yang tak normal
tercabik sudah keteduhan jalan Tuhan
terhasut kabar pembawa duka
Kepastian hidup terhuyung-huyung dalam comberan

O, kau kabarkan berita duka
O, sihir kami dengan tingkahmu yang tak normal
kau sebarkan kehancuran dari plosok dunia
mencikik hati dalam ketakutan
pendeta selalu mengingatkan
bahwa kuasa Tuhan lebih tinggi
dari ketinggian para politisi, raja-raja, dan tentara

hentikan semua celotehmu
kau bukan Tuhan,, KAU adalah orang yang tak normal
kumpulan paranormal pembawa sial
Berhentilah menjadi penguasa
karena ini bukan zaman raja-raja
siapa yang harus kita percaya?
dia yang berkuasa dalam kuasaNya

O,, Tuhan penguasa alam fana
hatiku tercabik mendengar kabar duka
O,, Tuhan aku yang terjerat fatamorgana
tersilau tenun kemerlap harta
biarkan aku gila
gila akan kebesaranmu dan kuasamu
O,, jangan biarkan aku lupa
lupa akan diriMu

aku masih bimbang dalam segala rasa
aku masih berbalut dosa dunia fana
benarkah kabar itu, kabar duka
kabar kehancuran dunia fana

malam gelap tak berbintang,, melihat murung wajah pertiwi
rasa bimbang dalam sajakku,, basah kertas air mataku
(aTa Padi)

Jumat, 20 November 2009

ISI RIMBA

Pertiwi ku kering,,, aku bertanya Ulah siapa
bumi ku panas tingkah siapa
lestarikan alam hanya coleteh belaka
mengapa tidak dari dulu saja,,
tanyaku mengapa?

badut-badut serakah hanya bisa tertawa
dalam kehancuran ia menari
demi isi sebuah kantong ia bernyanyi
tidakah dia merasa keringat bercucuran saat ku diam
dimana ketenangan itu
dimana kedamaian itu,,,,

isi rimba tiada teduh lagi,,,
hanya tandus dan tanah yang kering kerontang
sebuah kabar pengantar duka, sebuah kabar membuat bimbang
aku rindu tetesan bumi,, aku rindu pertiwi basah oleh mata dewa
tapi aku benci jika air mata tertetes dipipiku
melihat tanah ku kering,, tapi ini ulah siapa
ingin ku menangis tapi basahilah tanah retakku
beri aku kesejukan

dari badut-badut serakah

Selasa, 17 November 2009

Temani Menemani

Kenapa kau kesini?
Kataku kau jangan kesini
Aku tak mau kau kesini
Aku tak mau kau bekerja disini

Wacanamu banyak malam ini
Malam ini aku telah disini
Aku salah datang kesini
Aku salah datang hari ini

Pergi saja
Usir aku dari gang Kenanga
Untuk apa disini kau?
Untukmu jawabku

Kau sibuk dengan tugas itu?
Aku menjalankan tugasku
Tapi aku ingin disini
Ditemani dan menemani

Man panggil Kadek
Aku jawab we
Kadek pergi begitu saja
Buku kau buka

Buku sampul kuning
Entah apa kau tulis
Kau menarikan pensil
Dari kanan ke kiri

Pergilah…
Kau menunduk mengatakannya
Aku mau istirahat
Pulang, tegaskan

SMSmu baru masuk
Mungkin jaringan terganggu
Aku sungguh tak tau
Malam ini kau tak bernafsu

oleh I Nyoman Alit Suwarbawa, 17 nov 2009

RAKUS

Tidak…
Aku tak mau itu
Tidak…
Ia sangat rakus

Singa telah mengaga
Taring-taring siap meluka
Siapa lengah dia dicengkram
Kau lengah? atau Kau Singa?

Si kecil telah dimakan
Itu biasa jawabnya
Kau membunuhnya
Untuk hidup katanya

Buas…
Sudah akrab denganku
Jambot hukum?
Tak akan pernah mengurungku

Sekarang borgol di tanganku
Tak selesai menghitung jari
Dilepasnya pula borgol itu
Tanpa aku mereka tak makan

Semakin banyak katanya
Hukum terus diremehkannya
Aku benci mendengar keangkuhannya
Tapi aku hanya serdadunya



oleh I Nyoman Alit Suwarbawa, Singaraja 17 nov 2009

Sabtu, 14 November 2009

Dongeng

MANGKU MOKSA & ASUAJAG
Oleh INAS Klepon
Karena kebaikannya, ia dipanggil Mangku Moksa. Ia adalah seorang lelaki yang telah paruh baya. Mangku Moksa yang masih tegar, menjalani hidup sendiri. Ia tidak mempunyai anak karena ia tidak pernah menikah. Istri saja dia tidak punya apalagi anak.
Kesehariaanya Mangku Moksa bekerja di kebun. Pagi ia memasak untuk bekal ke kebun dan siangnya ia kekebun merawat kebunnya. Di kebun ia menanam ubi rambat dan jagung. Siang hari ia kekebun mengunakan baju yang terbuat dari karung goni dan sore hari ia pulang dengan membawa barang dengan sanan. Di depan ditaruhnya daun ubi dan di belakang ubi dan jagung. Daun ubi untuk diberikan makan babi dan ubi serta jagung digunakan untuk makanan sendiri.
Jagung dan ubi yang ditanamnya tumbuh dengan subur, daun-daunnya lebat hijau, batang-batangnya besar, ubinya berondot-rondot, dan jagungnya empat tongkol. Hehehe… hari demi hari tak pernah ia lelah untuk merawat kebunnya, menggerburkan tanahnya, menyirami, membersihkannya.
Kebun I Mangku Moksa berada tak jauh dari rumahnya, yaitu di tengah hutan di utara rumahnya. Di tengah rimbun dan hijaunya hutan itu hidup berbagai macam binatang, seperti monyet, anjing, kambing, ayam, rusa, dan lain-lain.
Suatu hari ada seorang yang berburu ke hutan itu. Ia adalah I Raden Mantri dari kuripan. Ia berburu sendiri tanpa didampingi oleh pengawal atau teman-temannya. I Randen Mantri membawa tombak dan panah, di kanan tombak dan di kiri panah.
Di samping kebun Mangku Moksa, Raden Mantri melihat Asuajag bersama tiga anaknya yang gemuk. Disanalah Randen Mantri mengejar Asuajag.
Asuajag adalah seekor anjing, ia memiliki tiga anak. Dua anaknya adalah cewek yang gemuk-gemuk dan lagi satunya cowok yang lebih gemuk dari yang lain.
Melihat Raden Mantri mengejarnya, Asuajag lari kalang kabut. Mereka berpisah, ada yang lari keselatan, timur, barat, dan utara. Asuajag lari ke arah timur, anaknya yang cewek berlari ke barat dan anaknya yang cewek lagi satunya berlari keselatan sedangkan anaknya yang cowok berlari ke utara ke kebun Mangku Moksa, sampai ia terengah-engah dan disana ia bersembunyi.
Melihat salah satu asuajag berlari ke utara melewati kebun Mangku Moksa, Raden Mantri mengejarnya kesana. Namun sayang Raden Mantri kehilangan jejak. Raden Mantripun bertanya pada Mangku Moksa.
Raden Mantri : Mangku melihat Asuajag lewat kesini? Tadi larinya kesini tapi sampai disini ia hilang.
Mangku Moksa : Maaf Raden saya tidak melihatnya. Mungkin ia lari ke utara Tuan.
Raden Mantri : Ya.
Raden mantra langsung pergi untuk mengejar Asuajag ke utara.
Karena kasihan Mangku Moksa sengaja menyembunyikan Asuajag agar tidak dibunuh oleh Raden Mantri. Mungkin capek berlari dalam kondisi tegang hingga Asuajag lemas dan bersembunyi di bawah pohon pisang.
Melihat Asuajag terseenga-engah, mangku moksa langsung membuka baju karung goninya untuk dijadikan tempat membawa Asuajag. Asuajag dimasukkan ke dalam karung goni dan dipikul di depan agar tidak dilihat oleh Raden Mantri.
Mangku Moksa berjalan setapak dan terus melangkahkan kakinya walaupun agak berat Asuajag dalam karung. Sampai di rumah, Mangku Moksa mengikat Asuajag di pilar rumahnya. Asuajag kini menjadi peliharaan Mangku Moksa.
Sampai disini tak diceitakan lagi Raden Mantri karena ia telah hilang entahkemana pergi berburu.
Karena Asuajag dipelihara di rumah Mangku Moksa, Asuajag tumbuh semakin besar begitu juga Mangku Moksa semakin tua.
Di pagi hari sebelum pergi ke kebun, setiap memasak nasi titisannya deberikan kepada Asuajag, datang dari kebun Mangku Moksa lagi memberikan makan kepada Asuajag. Setiap hari terus begitu. Hingga Asuajag gemuk, besar dan Mangku Moksa semakin tua.
Karena setiap hari Asuajag diberikan makanan enak dan setelah lama Mangku Moksa tua serta tidak mampu lagi untuk pergi ke kebun. Memasak juga tidak mampu karena sudah tua renta.
Di sinilah Asuajag marah dan ingin memakan Mangku Moksa.
Asuajag : Mangku… Saya disini lama tidak Mangku beri makan, bisa bisa saya kurus… sekarang saya lapar.
Mangku Moksa : Terus bagaimana sekarang? Mangku sudah tua, tidak mampu untuk ke kebun mencari bahan makanan, memasak tak mampu, apalagi ke kebun atau memasak berjalan saja saya tidak mampu.
Asuajag : Kalau begitu, saya semakin kurus disini? Bagaimana sekarang, saya lapar sekali?
Mangku Moksa : Terus bagaimana kemauanmu sekarang?
Asuajag : Mangku yang sekarang saya terkam, saya makan…
Merasa dirinya telah besar dan pantas memakan Mangku Moksa yang telah tua renta, Asuajag ingin memakan Mangku Moksa. Mangku Moksa mencoba mengelak dari cengkraman Asuajag dengan mencoba memberikan penjelasan.
Mangku Moksa : Kalau begini kemauanmu berarti kamu lupa waktu dulu kamu terengah-engah di pohon pisang Mangku yang menyelamatkan dari pemburu. Dari kecil Mangku yang memberikan makan. Kenapa sekarang Mangku yang inin kamu makan?
Asuajag : bagaimana, saya terikat disina dan saya lapar. Tak ada yang lain selain Mangku yang dapat saya cengkram dan sobek-sobek saya makan.
Mangku Moksa : Beh… kalau begitu. Sekarang begini ya? Biar benar cobak tanyakan, pantaskah kamu memakan saya yang telah membesarkanmu dari kecil? Sekarang tanyakan kepada yang lebih paham, disini ada hakim. Yang di utara itu rumahnya.
Asuajag : ya. Lepaskan saya, saya yang ikut kesana.
Mangku moksa dan Asuajag bersama-sama mencari rumah hakim untuk kebenaran, apakah pantas Mangku Moksa mati dimakan Asuajag.
Mereka berjalan dan setelah dekat rumah hakim sementara dilihatlah Poh Gading yang menjadi hakim sementara. Dan setelah dekat Poh Gading langsung tertawa melihat kedatangan mereka berdua.
Poh Gading : hihihi… Kok tumben Mangku Moksa bersama Asuajag? Mau ngapain kesini?
Mangku Moksa : Saya kesini karena saya mau bertanya kepada Poh Gading?
Poh Gading : Bertanya apa?
Mangku Moksa : dahulu sewaktu Asuajag masih kecil saya pungut dan saya pelihara di rumah hingga besar dan setelah besar seperti sekarang ini saya sudah tua tidak bisa memberikan makan, Asuajag mau memakan saya, apakah benar saya harus dimakan Asuajag?
Poh Gading : Oooh begitu? Sebelumnya saya dulu menceritakan hidup saya kepada Mangku. Sewaktu saya masih kecil saya ditanam di tengah halaman rumahnya, waktu itu belum dia punya rumah, bale dangin tidak ada, bale dauh tidak juga, meten juga tak ada, begitu juga dapur. Yang memungut saya di got, saya ditanam, setiap pagi disirami, dimandiin, dicarikan pupuk kandang sapi dan babi. Sesudah saya besar, saya berbuah lebat. Batang saya yang di barat lebat dengan buah atas sampai bawah, di timur juga lebat, begitu juga yang di utara dan selatan. Karena buah saya dia mampu membangun, bale dangin bagus, dapur bagus dan yang lainnya. Namun sekarang saya mau dicarikan penebang karena dahan-dahan saya menutupi rumahnya. Batang saya mau dipakai papan, dan dahan yang kecil-kecil mau dipakai membakar Bata. Yeh… setelah saya tua renta saya mau dibunuh sama seperti mangku.
Asuajag : hom… (mulutnya mengaga mau mencengkram)
Mendengar kata Poh Gading, Asuajag makin tidak sabaran ingin menghabisi Mangku Moksa.
Asuajag : Hoom… sepatutnya sekarang mangku moksa mati karena sudah tua. Begitu juga keputusan Poh Gading, karena menutupi rumah maka Poh Gading harus mati I Mangku Moksa juga mati. Oooweng…. Sembari mencengkeram
Mangku Moksa : jangan. Jangan dulu kamu membunuhku, masih banyak yang harus dimintai pertimbangan, masih dua saksi yang harus dimintai pertimbangan. Kalau sudah sepatutnya saya dikatakan mati, bunuh saja saya nanti.
Poh Gading : Karena saya sudah tua, sepatutnya saya dibunuh karena saya sudah mengganggu di rumah ini. Begitu juga mangku sudah sepatutnya mati karena sudah tua.
Asuajag : Oooweng… menganga mulutnya ingin menyantap mangku moksa.
Mangku Moksa : Jangan dulu, masih ada dua saksi yang harus ditemui.
Asuajag : Siapa?
Mangku Moksa : Kerbau namanya.
Asuajag : Dimana rumahnya?
Mangku Moksa : Di utara, tidak jauh kok.
Mereka berjalan menyusuri rimbunnya pohon-pohon besar. Setiap langkah Mangku Moksa dikejutkan oleh taring Asuajag yang ingin menyambarnya. Mangku Moksa hanya mampu menyakinkan “jangan” dengan rasa yang takut untuk meninggalkan kehidupan.
Diperjalanan dilihatlah si Kerbau mencari makan di pingiran jalan. Kerbau yang telah tua kotor takpaknya tak ada yang merawat. Tegur sapa kerbau menyambut kedatangan mereka.
Kerbau : ye… tumben Mangku dan Asuajag bersama.
Mangku Moksa : Saya mau minta pertimbangan kepada kerbau.
Kerbau : kenapa?
Mangku Moksa : Dari kecil saya membesarkan Asuajag sampai ia besar seperti ini, sekarang saya sudah tua dan tidak bisa mencari makanan, saya mau dimakan olehnya (Asuajag).
Kerbau : Peh, Kalau begitu saya mau menceritakan kisah saya kenapa saya mencari makan di penggir jalan.
Mangku Moksa : ya,bagaimana?
Kerbau : dulu sewaktu saya masih sehat dan kuat tidak pernah yang namanya saya kotor atau kena kotoran, tidak pernah saya mencari makan. Bagaimana lebatnya hujan, bagaimana panasnya terik matahari, yang memelihara saya membuatkan rumah saya. Kotoran saya ada yang membersihkan dipakai pupuk kandang. Makanan dicarikan walaupun hujan lebat, anaknya mencarikan seikat, ayahnya seikat sampai saya tidak bisa menghabiskan. Karena saya sekarang sudah tua, apalagi bisa membajak menarik bajak. Ne pantatku masih berisi kotoran tidak ada yang peduli, apalagi ada yang membawakan makanan makanya saya mencari makan di jalan-jalan. Ne Mangku sama seperti saya, yang memelihara saya sekarang mau membunuh saya, mencarikan saya Jagal (tukang potong hewan). Setelah mati, tanduk saya dipakai sisir dan ukir-ukiran, tulang saya mau dipakai piring, kulit saya mau dipakai wayang. Karena Mangku Sudah tua sudah sepatutnya Mangku mati.
Asuajag : Oooweng… nah,, dua sudah mencari saksi sekarang mati Mangku Moksa, kedua-duanya telah memutuskan Mangku mati. Oooweng … Menganga mulutnya menyambar Mangku Moksa
Mangku Moksa : Jangan dulu ya, masih Mangku punya saksi lagi satu.
Asuajag : Dimana rumahnya?
Mangku Moksa : Tidak jauh, di utara lagi sedikit.
Kembali mereka berjalan mencari rumah saksi ketiga, sampai di depan rumah saksi itu, dilihatlah saksi itu sedang di halaman rumahnya. Saksi itu bernama Dewa Gede yaitu manusia.
Sudah sampai depan rumah Dewa Gede, merekapun disambut dengan hormat oleh Dewa Gede.
Dewa Gede : ye… Mangku Moksa Tumben bersama Asuajag mau kemana?
Mangku Moksa : Dewa, saya datang kesini mau minta pertimbangan kepada Dewa.
Dewa Gede : Pertimbangan apa? Ya duduk dulu disini.
Mangku Moksa : mengingat masa lalu sewaktu saya dikebun.
Dewa gede : lantas kenapa?
Mangku Moksa : saya melihat Asuajag masih kecil dikejar oleh pemburu, asuajag sembunyi karena kelelahan dan saya pungut, saya masukkan ke dalam baju karung dan saya bawa pulang. Saya pelihara dia sampai besar seperti ini, sekarang saya tidak mampu ke kebun mencari makanan dan saya tidak mampu memberi makan Asuajag. Sekarang saya mau dimakan, sepatutnya seperti itu?
Dewa Gede : Oh… begitu. Beneran begitu Asuajag?
Asuajag : bener, lima hari saya tidak dikasi makan dan minum, lapar saya.
Dewa Gede : kalau lapar, Mangku Moksa yang mau dimakan?
Asuajag : ya.
Dewa Gede : bah, kalau begitu. Biar terbukti kebenarannya, bagaimana kejadiannya dulu, waktu pertama memasukkan Asuajag ke baju karung? Coba peragakan sekarang disini. Biar pasti masih baju karungnya?
Mangku Moksa : Baju itu sudah robek, tapi sekarang saya bawa karung yang saya pakai sekarang.
Dewa Gede : ya pakai itu saja. Coba sekarang peragakan biar pasti kejadiannya, biar bisa memberikan pertimbangan yang benar dan salah, biar tidak yang salah saya katakana benar. Tidak boleh mengatakan yang benar salah dan yang salah benar. Nah sekarang peraktikkan sewaktu memungut Asuajag, apa yang dipakai membungkus biar tidak kelihatan!
Asujag : saya dimasukan ke dalam bajunya sampai saya tidak mampu bernapas, hampir saya mati.
Dewa gede : beneran sampai sesak Asuajag di dalam? Bagaimana cara mangku sampai dia sesak dalam karung? Nah, sekarang peragakan bagaimana memasukkannya, dimana diikat!
Mangku Moksa : saya beginikan, saya masukan dia.
Dewa Gede : beh begitu cara mangku memasukkan pantas sampai sesak dia di dalam. Sekarang mangku ikat lagi? Bagaimana cara mengikatnya?
Mangku Moksa : ya, biar tidak terlihat oleh yang memburu saya ikat.
Dewa Gede : erat ikatannya?
Mangku Moksa : ya…
Dewa Gede : bagaimana ikatannya yang kuat, coba sekarang peraktikan.
Kret…kret…kret… keras sekali ikatan Mangku Moksa. Setelah terikat ujung karung tersebut, Asuajag tak berkutik lagi. Dewa gede berbisik “bawa pisau? Sekarang tusuk dibagian lehernya!” kepada Mangku Moksa. Mangku moksa langsung mengambil belati dipinggangnya, mencari leher Asuajag dan langsung menghujaninya dengan belati.
Crut…cret…crot… bersumbar darah Asuajag kesana kemari. Tanpa daya Asuajag mati dan cerita pun berakhir.

NB: Cerita ini saya tulis berdasarkan cerita yang sering diceritakan oleh kakek saya sewaktu saya masih kecil. Cerita ini memberikan pengetahuan bahwa sebagai manusia kita tidak boleh menyakiti orang yang telah melahirkan dan membesarkan kita.

Kamis, 12 November 2009

Apresiasi Sastra


Peradilan Rakyat oleh Putu Wijaya menceritakan seorang pengacara muda yang dihakimi masyarakat karena ia ingin memberi pelajaran terhadap hukum Negara yang tidak pernah adil.
Cerita ini berawal dari kedatangan pengacara muda ke rumah ayahnya pengacara senior. Pengacara muda mengatakan bahwa dirinya mendapat tawaran dari pemerintah untuk menjadi pengacara pembela penjahat besar. Setelah diselidiki olehnya, pengacara muda tahu bahwa dirinya hanya dijadikan tumbal dalam teater hikum Negara dan akhirnya ia menolak tawaran Negara. Namun, di hari lain penjahat besar itu datang sendiri meminta bantuan kepada pengacara muda. Ppengacara muda menerima tawaran itu karena ia ingin memberikan pelajaran kepada Negara agar tidak mempermainkan hukum demi terlihatnya hukum Negara akan menjerat semua penjahat.
Pengacara senior memberi dukungan kepada pengacara muda dan menasehatinya untuk berhati-hati. Perkara akhirnya dimenangkan oleh penjahat besar itu. Penjahat besar lari ke Negara lain. Negara menjadi kacau. masyarakat berdemo. Pengacara muda diculik dan dibunuh.
·         Kali pertama saya membaca cerpen Peradilan Rakyat karya Pak Putu Wijaya, saya sangat senang. Banyak hal yang dapat saya petik dari cerpen tersebut, Misalnya:
Ø  Kehidupan adalah kebenaran yang ada dalam diri anda. Jangan biarkan orang lain menjatuhkan anda untuk suatu kebohongan.
Ø  Dalam menjalani suatu kehidupan kita harus berani dan jangan takut terhadap hasilnya tapi banggalah terhadap proses yang anda lakukan untuk meraih keberhasilan. Hasil akan baik jika anda beruntung dan akan buruk jika lagi kurang beruntung.
Ø  Jangan pernah mengabaikan perkataan orang tua, karena mereka sangat menyayangi anda.
Bagi anda yang ingin membaca cerpen Peradilan Rakyat oleh Putu Wijaya silakan ikuti tautan di bawah ini…
http://kumpulan-cerpen.blogspot.com/

oleh:INAS Klepon

Senin, 09 November 2009

A.W.SURVEYS

A. W. Surveys Bagi-Bagi Dolar

Bagi anda yang ingin dengan mudah mendapatkan dolar, mari bergabung bersama kami di A. W. Surveys. hanya dengan sing up anda akan mendapatkan $27. anda tidak perlu meluangkan banyak waktu anda untuk mendapatkan dolar. anda hanya perlu menghidupkan HP yang didukung WEB atau melalui Internet PC, membuka A.W Surveys lalu menjalankannya sesuka anda. anda tidak perlu lama2 duduk atau bekerja keras, dijamin jika anda benar menjalankannya dolar akan mengalis ke rekening anda. untuk daftar / sing up anda ikuti saja tautan di bawah ini
$6.00 Welcome Survey After Free Registration!
 

harta karun

bagi teman2/om/tante, bisa bergabung bersama kami untuk menemukan dolar yang akan bisa anda miliki sendiri. mau gabung??? klik saja link di bawah ini...

Sitemeter

pasang barner dapat dolar

yahoo messenger