Paypal Bank Online

bisnis online dengan paypal. klik logo di bawah ini Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.

rss

Sabtu, 31 Oktober 2009

cerpen

Untuk Siapa?
oleh INAS klepon99

“Dua koma lima puluh”, bisik kecil di tengah kegaduhan Lobi kampus Ganda Mayu. Tersengak beberapa mahasiswa lusuh memandangi papan pengumuman terlem di dinding putih celah sempit itu. “uh gak adil” oceh salah seorang dari tiga mahasiswa yang melintas di dekat Made Jengah. Made terkejut.
Made kenal tiga mahasiswa itu. Mahasiswa itu sering berjalan kaki dari jalan Kenanga ke Kampus. Made sering melihat mereka makan nasi bungkus di warung kecil selatan Kampus. Mereka juga sering membaca buku-buku yang sebagian robek, hilang dan penuh coretan serta tanpa cover di perpustakaan. “Ada apa itu, kenapa mereka mengeluhkan papan?” Selintas kata itu di broca Made.
Made mulai menyusuri celah kecil gedung itu, mendekati papan di antara rambut-rambut mahasiswa. Tiga menit berhadapan dengan rambut-rambut Made pun melihat jelas apa yang membuat tiga mahasiswa itu mengeluh.
Perlahan Made membaca huruf-huruf yang membentuk sebuah kata, kata-kata yang membentuk sebuah frasa, frasa-frasa yang membentuk sebuah kelausa dan kalimat-kalimat yang menyampaikan pesan dengan wacana itu. Akhirnya Made sadar dirinya bernasib sama dengan tiga mahasiswa lusuh itu.
Made membiarkan mahasiswa lain mengambil posisinya dan ia meninggalkan coretan kertas itu. Terus melangkah, tangan mengusap rambut kiri dan semakin jauh dari ruang itu. Sorak lalu lalang mahasiswa rapi-rapi pun menghiasi rona matanya di bawah Kamboja tengah kampus.
“Nyari dong, IPku tiga koma nol lo” jawab seorang mahasiswa kepada temannya yang sama-sama berpenampilan mewah. Made mendengar semua perbincangan mereka sambil duduk di antara roda empat Dosen.
Made tahu mereka mahasiswa yang elit. Made pernah melihat salah seorang dari mereka menyetir Honda Marun. Made pernah melihat satu diantara mereka memamerkan buku licin kepada temannya. Mereka juga sering makan di Mana Lagi. “Tak adil” Made Jengah menggerutu di hatinya, berdiri dan meninggalkan mahasiswa-mahasiswi itu.
Langkah Made semakin dekat dengan bebek roda duanya. Wajah pucatnya semakin pucat saat ia memakai pelindung kepala. Kata mahasiswa mahasiswi itu semakin membuatnya jengah dengan kebijakan pendidikan ini.
perlahan ia duduk di motor yang joknya panas dan mulai melajukan motornya keluar dari kampus kecil itu. Keramaian jalan Dewi Sartika sedikit senyapkan pikiran itu dari broccanya. Pohon per pohon ia lewati, pohon kecil pohon besar terus dilaju bebek itu.
Kuuuut… pintu kos Made telah menanti dari pagi. Made masuk ke ruang tamu ia lihat teman-temanya suntuk menonton Patroli siang. Tak satupun tercetus dari mulut Made, teman-teman pun enggan tuk menyapa cemberut Made jengah. Made berlalu saja depan televisi dan masuk kamar.
Kota Deha yang panas, kipas angin tiada buat panas semakin panas. Made dalam pengap kamar teringat kembali apa yang terjadi di kampus tadi. “kenapa? Kenapa hanya mereka? Kenapa orang yang telah mampu dibiayai keluarganya lagi ditanggung pemerintah?” Cetus cetus kecil terus keluar dari liang brocca Made.
“Kenapa orang yang telah dibelikan buku bapak ibunya malah dibelikan buku lagi? Apa aku tak pantas jadi orang pintar?” Made bertanya pada dinding kamarnya. Dinding diam dan made tertunduk lagi dan menggerutu lagi.
“Belajar itu perlu buku. Kata Dosen biar pintar harus banyak baca buku. tapi aku? Aku tak punya uang buat beli buku, bapakku tak pernah belikan aku buku apalagi ibuku yang tak tamat SD, untuk membekaliku kuliah di kota ini ia harus menjadi kuli di pasar Dalem. Hanya pemerintah ku harap membelikanku buku.” Tapi nyatanya aku tak punya kesempatan. Apa aku harus terus membaca buku-buku yang sebagian hilang, banyak coretan, terlepas disana sini, apa seperti itu buku yang harus ku baca di perpustakaan?
“Aku tak mengerti, apa buku dulu atau pintar dulu? Agar aku punya buku IPku harus tinggi dulu? Tapi gimana bisa punya IP tinggi kalau gak baca buku?”
“ah” Made keluar dari kamar. Made terdiam di sopa biru, matanya melek, tak mau terpejam sedetikpun. Singa itu merangkak, menyinjit, perlahan mendekati Sapi muda itu, akhirnya Singa melompat dan Sapi pun berlumur darah.
“ya, benar” Made berteriak setelah melihat Singa yang mematikan Sapi di Trans7. Temannya terkejut “kenapa De?” Senyum Made melebar “ya, Singa bisa membunuh mangsanya tanpa peluru atau tombak, aku pun harus bisa seperti itu agar aku dapat BEASISWA itu. Ya”… ketus Made kecil.

Rabu, 28 Oktober 2009


Banyak Pemuda Lupa Sumpah Pemuda

Peristiwa Sumpah Pemuda yang terjadi tepat 81 tahun lalu menjadi cikal bakal bersatunya bangsa Indonesia. Hampir seabad silam, sumpah setia hasil rumusan Kerapatan Pemoeda-Pemoedi Indonesia dibacakan oleh Ketua Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia Sugondo Djojopuspito. Sumpah yang diikrarkan di sebuah bangunan di Jalan Kramat Raya 106, Jakarta Pusat itu bertujuan untuk memperkuat persatuan Indonesia yaitu sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan kemauan. Sayangnya, semangat juang para pendahulu tidak diresapi oleh generasi muda di zaman ini.

Para pelajar banyak yang lupa ketika ditanya tentang isi dari Sumpah Pemuda. Bahkan, ada yang guyon menjawab pertanyaan apakah makna Sumpah Pemuda. Lucunya, ada yang mengartikan Sumpah Pemuda sebagai emansipasi pemuda-pemudi. Padahal sudah jelas bahwa sumpah tersebut adalah alat pemersatu bangsa.

Kendati demikian, Sumpah Pemuda tetap diperingati dengan khidmat oleh berbagai kalangan di berbagai penjuru Tanah Air. Di Taman Makam Pahlawan, Kalibata, Jakarta, misalnya. Upacara khusus digelar untuk memperingati Sumpah Pemuda. Para polisi lalu lintas bagian SIM di Samsat Jakarta Barat menjalani tugas mereka lengkap dengan beragam pakaian adat layaknya para jong di Kongres Pemuda pada 1928 silam.

Sekadar informasi, bangunan tempat Sumpah Pemuda diikrarkan sempat dipugar Pemda DKI Jakarta pada 3 April-20 Mei 1973 dan diresmikan Gubernur DKI Jakarta waktu itu, Ali Sadikin, pada 20 Mei 1973 sebagai Gedung Sumpah Pemuda. Gedung ini kembali diresmikan oleh bekas Presiden Indonesia Soeharto pada 20 Mei 1974. Dalam perjalanan sejarah, Gedung Sumpah Pemuda pernah dikelola Pemda DKI Jakarta dan saat ini dikelola Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.(ASW/AND)

sumber: Liputan6.com


Peringati Hari Sumpah Pemuda


SOEMPAH PEMOEDA
Pertama :
- KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE, TANAH AIR INDONESIA
Kedua :
- KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA, MENGAKOE BERBANGSA JANG SATOE, BANGSA INDONESIA
Ketiga :
- KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGJOENJOENG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA
Djakarta, 28 Oktober 1928

Selasa, 13 Oktober 2009

Selamat Hari Raya Galungan dan Kuningan

Saat ini kita sedang mengalami krisis yang cukup parah. semua itu tak terlepas dari segala bencana yang melanda negeri kita. baik bencana alam maupun bencana-bencana yang lainnya.
Sekarang musim hujan telah mengguyur negeri kita namun basahnya daratan tak menghilangkan kering negeri kita. kering dari materi dan rohani.
Walaupun keadaan sekarang kering karena krisis namun kita harus lewati hari raya ini penuh dengan ketenangan. jangan biarkan rasa takut akan bencana menghantui pikiran anda menjadi kalut dan kering seperti negeri ini. apalagi anda berpikir sempit karena keadaan negeri yang memang terjepit oleh utang-utang negara.
selain itu kita harus lewati hari besar ini dengan hati yang damai. terlepas tari perasangka buruk. yakinlah semuanya akan damai..........
 

harta karun

bagi teman2/om/tante, bisa bergabung bersama kami untuk menemukan dolar yang akan bisa anda miliki sendiri. mau gabung??? klik saja link di bawah ini...

Sitemeter

pasang barner dapat dolar

yahoo messenger