Paypal Bank Online

bisnis online dengan paypal. klik logo di bawah ini Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.

rss

Minggu, 28 Maret 2010

Kabar Gembira bagi Penulis

Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta 2010
19 March 2010


Untuk merangsang dan meningkatkan kreativitas pengarang Indonesia dalam penulisan novel, Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) kembali menyelenggarakan Sayembara Menulis Novel. Lewat sayembara ini DKJ berharap lahirnya novel-novel terbaik, baik dari pengarang Indonesia yang sudah punya nama maupun pemula, yang memperlihatkan kebaruan dalam bentuk dan isi. Adapun persyaratannya sebagai berikut:

Ketentuan Umum

* Peserta adalah warga negara Indonesia (dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk atau bukti identitas lainnya).
* Peserta boleh mengirimkan lebih dari satu naskah.
* Naskah belum pernah dipublikasikan dalam bentuk apa pun, baik sebagian maupun seluruhnya.
* Naskah tidak sedang diikutkan dalam sayembara serupa.
* Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia yang baik.
* Tema bebas.
* Naskah adalah karya asli, bukan saduran, bukan jiplakan (sebagian atau seluruhnya)

Ketentuan Khusus

* Panjang naskah minimal 150 halaman kuarto, 1,5 spasi, Times New Roman 12
* Peserta menyertakan biodata dan alamat lengkap dalam lembar tersendiri, di luar naskah
* Empat salinan naskah yang diketik dan dijilid dikirim ke:

Panitia Sayembara Menulis Novel DKJ 2010
Dewan Kesenian Jakarta
Jl. Cikini Raya 73
Jakarta 10330

* Batas akhir pengiriman naskah: 30 September 2010 (cap pos atau diantar langsung)

Lain-lain

* Para Pemenang akan diumumkan dalam Malam Anugerah Sayembara Menulis Novel DKJ 2010 di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, pada pertengahan Januari 2011.
* Hak cipta dan hak penerbitan naskah peserta sepenuhnya berada pada penulis.
* Keputusan Dewan Juri tidak dapat diganggu gugat dan tidak diadakan surat-menyurat.
* Pajak ditanggung pemenang.
* Sayembara ini tertutup bagi anggota Dewan Kesenian Jakarta periode 2009-2012.
* Maklumat ini juga bisa diakses di www.dkj.or.id
* Dewan Juri: Agung Ayu, Anton Kurnia, dan A.S. Laksana


Hadiah

Pemenang utama Rp. 20.000.000
Empat pemenang unggulan @ Rp. 7.500.000

Sumber: DKJ

Jumat, 26 Maret 2010

Sup Celedu Dan Telur Ireng


Oleh
Nengah Sudarsana

Terlalu  pagi untuk bangun dipagi hari buat seorang Bornet. Pencari kayu bakar ini tidur pulas di dalam gua yang begitu lembab, hanya diterangi beberapa pantulan cahaya dari air sungai di luar gua. Dia tidur beralaskan jerami yang cukup menghangatkan tubuhnya. Selenting bunyi menggetarkan genderang telinga Bornet, terusik, tubuhnya terasa kaku saat bangun. Karena kemarin dia berjalan sangat jauh untuk mengumpulkan kayu bakar.
Dia berusaha untuk melangkahkan kakinya untuk keluar menuju sumber bunyi itu. Gaungnya sangat keras dan kuat. Dan keberadaannya pun sangat jauh, namun Bornet berpikir dia masih bernegosisi dengan suara hatinya, “Mengapa juga aku mencari suara itu, iya.” Dia membalikkan badan ingin melanjutkan tidurnya, selangkah terhenti, ia gelisah.
            “Tapi suara itu sepertinya tidak asing bagiku, mengapa aku seperti ini, tidak seperti biasanya. Ini sangat dekat dengan diriku. Apa yang sebenarnya terjadi? Lebih baik aku  bertanya kepada Telur Ireng, iya itu jalan satu-satunya.”
Telur ireng adalah telur berwarna hitam dan memiliki kekuatan gaib, dengan mengucapkan “Telur Irenge lalunge akebuuuuut” kemudian telur itu akan berubah wujud menjadi makhluk kecil, aneh, pendek dan mempunyai tangan namun tidak mempunyai kaki. Telur ini dahulu ditemukan oleh Bornet di tengah-tengah hutan yang sangat lebat, pada saat mencari buah polkor di tebing yang sangat curam.
Bornet, dengan ketidak sabarannya mengucapkan, “Telur irenge lalunge akebuuuuut”. Kemudian telur itu berubah menjadi mkhluk pendek, kecil, hitam dan berkata
“Apa yang menyebabkan sobat begitu bingung?” Bornet segera mengungkapkan pertanyaannya,
“Temanku tahukah kau dengan bunyi yang mengusik jiwaku?”
Dijawab oleh Mahkluk itu, “Wahai sobat yang bijaksana, inilah awal keberangkatanmu mencari orang yang telah kau tinggal selama 40 tahun lebih. Kamu akan tau jawabannya, pergilah ke arah matahari terbenam, dalam perjalananmu kamu cukup memberi tanda beberapa pohon agar kamu tidak tersesat, alam sudah menyediakan segalanya. Cukup sampai disini pencarian kayu bakarmu untuk membakarku.”
Bornet menyahut, “Jadi kayu bakar yang aku kumpulkan ini hanya untuk membakar kamu? Mengapa banyak sekali?”
“Aku akan melebur diri menjadi lebah madu di hutan Linggar Catu ini, maka dari itu aku menyuruh kamu teman mencari kayu bakar bukan untuk dijual namun untuk diriku semata. Aku harap teman mengerti. Tolong nanti aku dibakar dalam gua kemudian teman melanjutkan perjalanan yang aku sebutkan tadi.”
 “Kalau begitu aku akan menuruti segala permintaanmu.” Bornet dengan rasa kesetiakawanannya.
            Setelah semuanya berlalu Bornet mengawali perjalanannya dengan memberi tanda pada pohon pertama begitu juga dengan pohon-pohon besar berikutnya. Dalam perjalanannya ia melihat celedu (kalajengking) yang mengerumuni bunga Topey yang begitu indah. Sayang Bornet terlalu tua untuk menempuh jalanan yang begitu jauh di seberang lembah di sana. Tidak habis pikir Bornet mengencingi kerumunan celedu itu. Seketika celedu itu mati, ia memungut satu persatu kemudian ia tempatkan pada kulit kayu ditambah lagi dengan air seninya.
Tanpa pikir panjang ia melahap santapan siangnya yaitu sup celedu dengan bergairah. Dia duduk sebentar sambil mengipas-ngipas dirinya, di depannya ia melihat sebuah kubangan kecil yang airnya sangat jernih sekali. Dia teringat dengan cerita ibunya bahwa di hutan Linggar Catu terdapat taman bidadari yang mengeluarkan aroma wangi dan airnya sangat jernih, konon katanya dapat mengembalikan wajah yang mandi seperti muda kembali (awet muda).
Dari ingatannya itu Bornet kemudian membuka pakaiannya, ia berendam dan menikmati segarnya air telaga itu. Tanpa disengaja dia bercermin di air yang tenang, dari wajah yang keriput menjadi muda kembali seperti pria tampan dan gagah berani. Bornet terkejut dan dia berteriak sekencangnya, “Aku muda kembaliiiiiiiii. Hey ini aku Si Bornet dari Gua Batu.”
            Bornet bergegas memakai pakaiannya yang lusuh, namun wajahnya tidak lusuh lagi bahkan tenaganya, tenaga kuda yang siap berpacu. Dia mengambil kampaknya dan tali yang biasa ia bawa saat mencari kayu bakar. Bornet kembali melanjutkan perjalannya, dia hampir menandai seratus pohon besar yang telah dilewatinya.
            Matahari sudah sejajar dengan tatapannya, ia kemudian mencari tempat untuk beristirahat, dilihatnya gubuk kecil beratapkan jerami dan berdinding anyaman daun kelapa. Didengarnya suara batuk seorang wanita yang sudah tua bersumber dari gubuk kecil itu.
Langkah kakinya mencirikan keraguan hatinya untuk mendekati suara batuk itu, namun rasanya telah terlarut dalam suara batuk itu. Tepat Bornet bediri di depan pintu, sesekali sesekali dia mengetuk pintu bambu sehingga keluar seorang nenek yang jalannya sudah bungkuk memegang tongkat kemudian berkata, “Mencari siapa anak muda?”
Bornet keheranan bahwa dia lupa dirinya sekarang seorang pemuda gagah. Kemudian  Bornet berkata, “Maaf saya tidak bermaksud mengganggu nenek. Apakah nenek sendirian tinggal ditengah hutan ini ?” Nenek itu memperhatikan, memandangi Bornet dari atas sampai bawah. Kemudian si nenek berkata, “Sepertinya wajah kamu tidak asing bagi saya, siapa sebenarnya kamu anak muda?” Nenek itu berusaha mengingat-ingat, namun dia hanya bisa berharap pemuda itu mempunyai maksud yang baik.
            Diceritakan Bornet menginap di gubuk nenek itu kemudian seorang gadis molek yang berparas cantik datang dengan membawa wakul berisi dua ikat kacang panjang yang masih tersisa, tidak laku dijual yang akan dipakai sayur untuk santap malam. Paras cantik yang dimiliki oleh anak pemilik rumah itu mengingatkan Bornet kepada istrinya yang memiliki wajah yang sama persis. Padahal saat itu Bornet tidak memberitahukan nama aslinya dia memakai nama Sobrit sehingga wanita tua tidak mengenalinya.
            Sobrit dari nama samaran Bornet adalah rumusan nama yang akan mematikan Bornet. Bornet dilayani dengan sepenuh hati pemilik rumah apalagi gadis cantik yang bernama Galuh. Semula rencana Bornet numpang nginap adalah satu malam saja namun keadaanya berbeda. Ternyata Bornet tertarik dengan   anak pemiliki rumah tersebut. Bornet berusaha untuk membantu segala kesibukan yang ada  di rumah itu. Bornet berusaha membantu keluarga kecil itu mencari kayu bakar di tengah hutan.
Dia teringat dengan masa keterasingannya selama 35 tahun mencari kayu bakar di tengah hutan seorang diri. Namun kini dia memiliki semangat yang lebih besar untuk membantu keluarga itu. Dengan maksud mendapatkan putrinya tersebut Bornet berusaha memberikan citra yang baik kepada ibu  gadis itu.
            Seiring berjalannya waktu Bornet merajut cinta bersama Galuh mereka tidak buru-buru untuk ke jenjang pernikahan, mereka ingin menikmati masa pacaran lebih lama lagi. Bornet melewati hari-harinya di gubuk itu bersama keluarga kecil itu. Pada malam hari Bornet bermimpi tentang keluarganya dahulu yang dibinanya selama enam bulan enam hari yang berakhir dengan kisah yang tidak mengenakkaan. Bornet terbangun oleh mimpinya itu, dia berusaha mencari air bersih untuk membasuh mukanya agar segar kembali. Dia kemudian duduk di batu besar di pinggir sungai, dia merenung apa arti mimpinya tadi itu. Tanpa disadari seekor ular berbisa menggigit betisnya Bornet merang kesakitan lama kelamaan dia melihat kulit tangannya kembali keriput dan itupun terjadi pada seluruh tubuhnya, ternyata bisa ular itu memnyebabkan Bornet kembali menjadi kakek tua.
Dia tidak mau menerima kenyataan itu kemudian Bornet berusaha untuk mencari telaga ajaib itu. Dengan menahan rasa sakit Bornet seorang tua renta berjalan bertatih-tatih untuk menuju telaga itu, setelah lama perjalannya kepala Bornet terasa pusing dan dia tidak sadarkan diri seluruh kulitnya memar berwarna kebiruan. Tidak lama kemudian Bornet terbangun telah sadarkan diri, dia kemudian mencari-cari telaga itu namun telaga itu sudah tidak ada lagi. Airnya sudah kering.
Bornet kemudian berteriak seolah-olah tidak mau menerima semua itu, “Ini tidak adil bagi seorang Bornet yang lugu. Apa yang sebenarnya kau inginkan….” Dengan suara yang lantang dari Bornet kemudian didengar oleh lebah madu dari kejauhan. Lebah madu sangat yakin suara itu adalah suara Bornet. Tidak terasa matahari sudah tepat berada di atas kepala Bornet, ternyata Bornet terlalu kuat untuk menahan rasa sakit yang dideritanya. Dia hanya bisa pasrah duduk bersandar di pohon selama berhari-hari.
Suara aneh dari kejauhan hingga bergemuruh terasa mendekat, mendekati Bornet, bagaikan angin kencang yang mengamuk. Ternyata ribuan lebah madu membawa madunya untuk mengobati Bornet. Suara terdengar samar dari kumpulan lebah madu itu, “Jangan kau sesali keadaanmu, bangkitlah wahai sobatku! Aku akan selalu membantumu, bersiap-siaplah!” Kemudian Bornet bermandikan madu, Bornet merasakan hal yang luar biasa pada tubuhnya. Bisa ular yang ada ditubuhnya melawan khasiat dari madu dari ribuan lebah itu.
            Akhirnya, tidak disangka tubuh Bornet muda kembali seperti setelah mandi di telaga bidadari itu. Bornet sangat berterimakasih kepada lebah madu itu. Lebah madu itu kembali ke sarangnya yaitu gua batu.  Berhari-hari Bornet meninggalkan Galuh dan Ibunya dengan tanpa ada kabar kemudian Bornet teringat dengan mereka. Dengan tidak berlama-lama kemudian Bornet segera kembali ke gubuk Galuh. Ia berlari seperti kidang alas yang dikejar pemburu. Dengan kakinya yang kuat, ia dapat sampai ke gubuk Galuh  dengan cepat. Sesampai di depan gubuk Bornet melihat Galuh yang sudah mendahului menatapnya. Galuh berkata, “Kang Sobrit dari mana saja? Aku kira Akang tak kan kembali lagi” dengan rasa bersalah Bornet mengungkapkan segala kesahnya dengan memungkiri kenyataan. Tanpa disadari bahwa Galuh sudah mengandung anak Bornet. Galuh menyampaikan segala yang terjadi padanya. Ibunya hanya bias diam seribu bahasa.
            Anak itu dilahirkan, begitu riang gembira keluarga kecil itu. Tidak lama kemudian ibu Galuh meninggal karena asma. Sekarang tinggal Galuh dan Sobrit. Waktu berjalan sangat cepat, Bornet sebagai Sobrit menayakan asal-usul keluarga Galuh mengapa bisa berada di tengah hutan seperti itu.
Setelah Galuh mengungkapkan segala keadaan keluarganya, menceritakan siapa sebenarnya ibunya dan itu merupakan masa lalu Bornet. Bornet tidak kuasa membendung air matanya, dia tidak bisa berkata apa-apa lagi selain kalimat dari bibirnya gemetar seperti orang kesurupan. “Jadi kamu anak dari Sunari?”  “Ia, kenapa?” jawab Galuh dengan penasaran. Bornet kemudian memalingkan mukanya dan berkata, “Aku sudah menghamili anakku sendiri.”
 “Apa yang kau katakan Kang Sobrit?” Galuh bingung dengan pernyataan Bornet. Kemudian Bornet menjelaskan pelan-pelan dengan panjang lebar tentang keadaan dirinya. Dia sangat menyesal dan Galuh tidak berbuat apa lagi.
Mereka duduk terdiam memikirkan Aib keluarganya tersebut. Kemudian Bornet meminta bantuan kepada lebah madu, mungkin lebah madu bisa membantunya. Lebah madu memberikan syarat yang sangat sulit untuk dilakukan oleh seorang Bornet. Bornet harus menggali 77 sumur di Bukit Keramat dan meminum airnya bersama Galuh dan  anaknya.
Bornet dengan keras hati untuk berjuang melakukan hal tersebut. Masalahnya hutan itu bukan sembarang hutan, nilai magisnya tanpa tandingan dengan yang lain. Setelah menggali beberapa meter dari permukaan tanah tiba-tiba Bornet tertimbun tanah galian tersebut. Bornet mengakhiri hidupnya di Bukit Keramat dengan harapan Besarnya.
Galuh sangat menderita dan tersiksa dengan keadaannya. Dia menjalani hari-harinya bersama anaknya dalam bayangan aib yang luar biasa.

Rabu, 24 Maret 2010

Sepak Bola Tekén Tajén

Olih I Nyoman Alit Suwarbawa
“Jani anaké buduh tajén suba buduh kén sépak bola. Mula malénan sépak bola tekan tajén, yén kenehang liunan ané patuh.” Kéto I Madé Sakit Gedé nuturin sekaa tuaké ané seken sérius mabalih sépak bola. Sekaa tuaké tuah anggut-anggut ningeh tuturné I Madé.

“Di tajén ada dagang, ada anak mebelanja. Kéto masi di lapangan sépak bolané, ada dagang acung, ada suporter ané mebelanja. Tajén ajak sépak bolané pada-pada nganggo pis. Yén mendaftar milu pertandingan sépak bola masi mayah nganggo pis. Yén menang bertanding tur maan juara satu masi maan pis. Patuh ajak tajén, ngetohin siap aji pis, yén menang masi maan pis.”

Paling sekaa tuaké ningehin munyiné I Madé. Kangin kauh dingehanga munyiné patuh cara bolané ané kangin kauh tendanga di tipiné.

“Sépak bola misi latihan sakondén bertanding. Misi ngadayang pertandingan persahabatan anggo ngukur kemampuan. Tajén masi keto, di banjaré ngocék siap ajak timpal apang wanén tur duég mapalu siapé sakondén aba ka tajén. Ada tajén, ada anak ngetohin siap. Yén ada sepak bola liu masi pangedéné ngetohin sépak bolané. Pada-pada ada anak ngetohin. Di sépak bolané ada wasit, yén di tajén ada juru kembar. Masi fungsiné patuh pada-pada dadi penengah.” Nyeroscos munyiné I Madé, nanging sekaa tuaké makejang enggang. Bengong nepuk tendangan pemain sepak bolané ané gamang ngidayang ngagol.

“Yén ada tajén liu anaké suriak-suriak. Ring sepak bolané masi liu anaké uyut, ada ané ngenyatang kulungan kanti ngemasin pegat, ada ané nepek kendang, ada ané niup terompét. Masi pada uyut. Yén ada tajén kaucap lakar menumbuhkan prémanismé, liu anaké masifat keras lakar dadi préman ulian idup di tajén. Yén ada sépak bola masi kéto, patuh cara di jawa suba liu stadion uugé tekén suporteré. Ada suporter saling cak-cak ulian ngetohin kasebelasan. Anarkis masi adané.” Suud I Madé ngraos kéto sagétan sépak bolané suud. Ané jani kopok aqua sagét makacakan di stadioné. Penontoné makejang malaib ka lapangané. Ada ané nyagur pemain sépak bolané. Keto penontoné saling sabat mélanin kasebelasané. Yén di tajén tusing ada anak uyut ulian siapné kalah. Yén suba kalah sinah ia mayah.

Masaut I Wayan Sérius Bukan Main. “Yén nuturang sépak bola makejang anaké demen ningehang, yén nuturang tajén sinah orahanga haram. Sépak bola dikembangkan nanging tajén diberantas. Sépak bola maan pis untuk pembinaan kemajuan, nanging tajén maan pembinaan untuk ditutup. Yén milu matajén sinah lakal masuk kantor polisi, yéning milu sépak bola sinah masuk gedug menteri olah raga. Anaké ngetohin sépak bola uling joh, saling télepun ajak lawan metohné, tur tohané miliaran. Anaké ngetohin tajén langsung di kalangané, tur tohané paling gedé jutaan.”

“Tumbén Ci beneh Yan.” Keto I Madé sambilanga tepuk tangan. Sekaa tuaké ané lén iteh mabalih pemain sépak bolané ané makuah-kuah pesu getih. Kondén pragat tepuk tangané I Madé sagét I Wayan buin nyautin.

“Adabuin. Ané ngetohin tajén liunan anaké tiwas cara i raga, nanging anaké ngetohin sépak bola liunan jlema pangedé. Kanti bisa metoh ka luar negeri. Ento ngai anaké buduh tajén jani makejang demen mabalih bola. Magadangin sépak bola sabilang daslemahé. Yén ada sépak bola kanti engsap tekéning gaéné. Engsap masi tekén kawajiban ngelah kurenan, kanti liu jani lué mamitra ulian ané muani magadaging bola. Jeg mamegeng mabalih tipi. Batisné masi milu tanjung-tanjung cara anak meled bareng bertanding.”

“Betul… . Luungan sanget ngetohin sépak bola. Tusing jejeh tangkep polisi, tusing tuyuh meli jagung, tusing tuyuh mandusin siap, tusing ngaba kisa indeng-indeng. Buin sing perlu ka stadion, ngoyong jumah ngidupang tipi jeg maan metohan.” Buin I Madé numpukin raosné I Wayan.

“Adung Ci ajak dua. Beneh sabilang wai ajak ci dua indeng-indeng jani ngaba majalah bola. Dong iba padidi tuturang Ci dini?,” kéto I Komang Jaran Guyang nyaklekin.
Sumber: BALI POST

Minggu, 21 Maret 2010

AWARD SAHABAT

Mungkin bagi para pembloger yang sudah senior ini, adalah hal biasa karena award saat ini sudah kaya' penyakit aja yang sedang melanda pembloger, award ini difungsikan untuk mengikat tali silaturahmi antar sahabat sehingga kita bisa saling berkunjung dan mengunjungi dan ini bisa terjadi pada siapa aja lho...Siap-siap ya yang dapat nanti, untuk yang belum sory yah mungkin dilain kesempatan kali ya......

Oke langsung aja ya aturan maen disini adalah barang siapa yang mendapat award ini harus membagikan pada 10 sahabatnya, dalam hal ini tentu aku akan membagikan pada 10 sahabat dari BALI BSID. Ohya jika sahabatku telah mendapatkan award dari sahabat yang lain, aku minta maaf ya....kan gak sengaja...hehehe.....

Berikut ini adalah para pewaris award backlink dari BALI BSID (Inas) yaitu:
1. BISNIS ONLINE 
2. Tulas-Tulis
3. young tigers of bangladesh
4. sinergibisnis.com
5. Tips and Trik Bloging
6. Komunitas oejoenG
7. Penghuni60
8. HEALTHY FOOD
9. Information of Skin Care
10. Cyberbali
Buat sahabat yang saya sebutkan buruan diambil ya awardnya....ntar keburu dingin lho....
Selanjutnya teman-teman yang menerima award ini harus meletakkan link-link berikut ini pada artikelnya ya...(awas aja kalau gak..hehehe):

Sebelum teman-teman meletakkan link-link di atas, hapus terlebih dahulu peserta nomor 1 dari daftar sehingga semua peserta naik 1 level. Peserta nomor 2 menjadi nomor 1,nomor 3 menjadi nomor 2 dst. Kemudian masukkan link anda sendiri di bagian paling bawah (nomor 10) Tapi ingat.!!! Kalian semua harus adil dalam menjalankannya. Jika tiap penerima award mampu memberikan award ini kepada 5 orang saja dan mereka semua mengerjakannya,maka jumlah backlink yang akan anda dapat adalah: Ketika kamu di posisi 10, jumlah backlink= 1
  • 9, jumlah backlink = 5
  • 8, jumlah backlink = 25
  • 7, jumlah backlink = 125
  • 6, jumlah backlink = 625
  • 5, jumlah backlink = 3.125
  • 4, jumlah backlink = 15.625
  • 3, jumlah backlink = 78.125
  • 2, jumlah backlink = 390.625
  • 1, jumlah backlink = 1.953.125

Dan semuanya menggunakan kata kunci yang anda inginkan dari sisi SEO (Search Engine Optimation) kamu sudah mendapatkan 1.953.125 backlink dan keuntungannya blog kalian akan mendapat traffic tambahan, apalagi jika ada yang meng-klik link ke blog kalian.

Sebenernya ini adalah sesuatu yg baru buat saya.. tapi seru juga neh.....Selamat ya buat para peraih Hadiah Award tenang aja disini gak dipungut pajak lho hehehe......

Untuk memudahkanmu mewariskan award backlink ini ke sahabat-sahabatmu yang lain, tinggal copy + paste aja artikel ini..

Thanks Guys..!!!

Sabtu, 20 Maret 2010

Lutung Yang Picik

Ditulis olih I Nyoman Alit Suwarbawa

Gunung Temu yang berada di Desa Gunaksa merupakan salah satu gunung yang ada di provinsi Bali. Di belahan timur gunung itu, tinggal Sang Misi dan Si Lutung. Sang Misi adalah seekor kambing yang mempunyai beberapa anak.
Pada suatu saat yaitu pada sasih ke lima terjadilah kerak (kemarau) di Bali. Rumput yang dulunya hijau telah kuning dan kering begitu pula pohon-pohon yang dulinya rindang telah berguguran, hanya tinggal batang-batang dari pohon yang dapat dipandang.
Karena kemarau ini, Sang Misi menjadi sulit mencari makanan, begitu juga Si Lutung. Sampai akhirnya Si Lutung mencari Sang Misi untuk membicarakan hal yang sudah direncanakan Si Lutung.
                        Lutung            : Sang Misi…
                        Sang Misi       : Ya, bagaimana Tung? Tumben kesini.
Lutung                        : Duh, dunia sudah kemarau, mencari makan sulit, satupun tak ada pohon yang berdaun apalagi berbuah. Sang Misi dimana mencari makanan?
Sang Misi       : Bih bih, aku juga sulit mencari makan, jauh-jauh sampai mencari makan tapi semuanya sama, kering tak ada yang dapat mengenyangkan.
Lutung            : Setiap setahun, pasti kemarau. Biar tahun depan kita tidak sulit mencari makan, bagaimana kalau kita menanam kacang?
Sang Misi       : Ah… menanam kacang? Bagaimana caranya menanam di tanah yang kering dan keras ini?
Lutung            : Begini begini caranya, kita gemburkan dulu tanah disini. Sang Misi menarik Tengala dan aku yang memegang dari belakang. Setelah tanah gembur baru kita tanam biji kacang bersama. Dalam perhitungan ku, di sasih ke pitu (7) sudah musim hujan, pasti kacang-kacang akan hidup dengan subur.
Sang Misi       : O… bagus juga, ya kapan bisa kita mulai membajak?
Lutung            : Biar lebih cepat, mulai besok saja. Sang Misi bisa besok?
Sang Misi       : Ya bisa…
Perjanjian sudah disepakati untuk membajak sawah besok.
Pagi itu datanglah Si Lutung ke pondok Sang Mong. Lutung langsung mengajak Sang Misi beserta anak-anaknya untuk membajak sawah. Diikatlah Sang Misi di depan tengala (bajak) dan langsung muali membajak.
Beberapa putaran Sang Misi berhenti untuk kencing, Si Lutung langsung mencambuknya.
Sang Misi       : Aduh… kenapa memukul? Aku masih kencing.
Lutung            : Kirain kenapa berhenti, biar tidak berat sebelah atau temannya keberaan makanya aku mukul biar Sang Misi jalan.
Berjalanlah tengala yang ditunggangi oleh Lutung itu kembali. Lagi beberapa saat Lutung Kembali Menghujankan cambuk ke Sang Misi yang lain.
Sang Misi       : Adah… aduh… aku Masih berak Tung…
Lutung            : Ya maaf. Biar tidak berat sebelah makanya aku mukul Sang Misi.
Hati Si Lutung gembira, sudah duduk di atas dan mendapat mencambuk pula.
            Akhirnya selesailah mereka membajak tanah seluas 15 petak. Mereka mulai menebar benih kacang. 5 petak ditanami kacang tanah, 5 petak lagi ditanami kacang panjang, 5 petak lagi ditanami kedelai.
Pada awal sasih ke pitu (7) kacang-kacang sudah tumbuh dengan sedikit lebat. Hujan terus mengguyur gunung itu sehingga memberikan tenaga kepada tumbuhan yang hidup di gunung itu. Kesuburan kacang-kacang terjadi di akhir sasih ke pitu (7). Daun-daunya telah lebat-lebat. Saat itu Si Lutung datang untuk melihat tanaman kacang.
Melihat kacang-kacang sudah subur, Lutung dengan sifat liciknya membagikan hasil kepada Sang Misi. Lutung mendatangi rumah Sang Misi.
Lutung            : Sang MIsi…
Sang Misi       : Woooh… Kenapa Tung?
Lutung            : Cobak lihat kacang-kacang sudah subur. Sekarang kita bagi hasil, aku kasian kepada sang Misi karena sang Misi punya anak banyak, sang Misi makan daun-daunnya dan aku buah-buahnya. aku kasian pada Sang Misi soalnya sang misi kan makan berbanyak dan aku paling berdua.
Sang Misi       : Ooo… ya… kalau begitu bagiannya, aku mau bilang kepada anak-anakku biar mereka tidak memakan buahnya.
Pergilah Sang Misi mencari anak-anaknya untuk memberitahukan hal ini. Si Lutung bahagia karena telah memperdayai Sang Misi. Lutung mendapat bagian yang lebih enak tapi Sang Misi mendapat bagian yang lebih jelek.
            Melihat anak-anaknya dari jauh, Sang Misi berteriak…
Sang Misi       : We… anak-anaku semua, kumpulkan diri kalian di depan ibu.
Setelah semua anak anaknya berkumpul Sang Misi memberitahukan kabar baik itu.
Sang Misi       : Tadi ibu telah diberikan bagian oleh Si Lutung kalau kita mendapat bagian memakan daun dari kacang-kacang yang dahulu kita tanam. Mulai besok boleh kita makan daun-daunnya tetapi jangan sampai memakan buahnya. Sekarang kembalilah…
Hari demi hari berlalu, Sang Misi bersama anaknya setiap hari memakan daun-daun kacang. Baru tumbuh hep, telah dilahap oleh sang Misi kecil. Asal berdaun dilahap.
Begitulah kacang tanpa daun tak akan mau berbuah ataupun berumbi. Hanya tinggal batang batang kacang yang mempesona di ladang itu. Satu daun pun tak dilihat oleh Lutung, apalagi buah.
Padahal menurut perkiraan Si Lutung, kacang-kacang itu seharusnya telah berbuah dan berumbi karena telah lewat 3 sasih. Melihat keadaan ladang mendadak hati Lutung kesal padahal tadinya telah gembira saat memikirkan kacangnya telah berbuah.
Lutung emosi dan mendatangi pondok Sang Misi.
Lutung            : Sang Misi… begitu caramu memakan daun bagaimana kacang-kacang bisa berbuah?
Sang Misi       : duh… kok marah-marah. Yang memberikan bagian kan lutung, sekarang kok marah-marah. Anak-anakku sudah memakan daun-daunnya dan tidah pernah makan buah.
Lutung            : Ya, makan dah semua… aku tidak jadi ambil bagian.
Lutung langsung pergi dengan muka musam dan amarah.
Mengetahui kelicikan Lutung, Sang Misi segera mengumpulkan anak-anaknya.
Sang Misi       : anak-anakku semua, tadi lutung pergi dengan dendam, tak mungkin ia tak mengunakan kelicikannya. O… dia pergi kea arah barat, pasti dia mencari Sang Mong(Harimau) untuk membantunya. Sekarang carilah buah gondola, makan dan poles-poleskan di seluruh tubuh kalian agar terlihat seperti darah. Kalau nanti Sang Mong datang, kalian diam saja, biar ibu yang berbicara kenapa kalian dipenuhi darah. Sekarang carilah dan saling Bantu memerahkan.
Semua anak sang misi bergegas mencari buah gondola dan saling poles.
Sementara itu, Lutung pergi ke barat gunung, disana ia melihat Sang Mong yang sedang menangkap belalang. Dari atas pohon sang lutung berteriak memanggil Sang Mong.
Lutung            : Sang Mong, apa yang kau cari disana?
Sang Mong     : Aku menangkap belalang, perut aku lapar. kamu ngapain kesini Tung?
Lutung            : Pih… dua belas belum pasti kenyang kamu makan Belalang. Pih, anak-anaknya Sang Misi Gemuk-gemuk, kalau makan itu satu saja pasti kenyang selama 5 hari.
Sang Mong     : Beneran??? Dimana tempatnya?
Lutung            : Peh… ngapain aku bohong, di balik gunung ini. o… itu yang hijau disana dia tinggal.
Sang Mong     : Pantes, aku cari-cari tidak pernah ketemu Sang Misi, disana dia tinggal sekarang? Mau kamu mengantar kesana tung?
Lutung            : Aku mau nganterin tapi gendong ya, aku cape?
Sang Mong     : Ya. Aku gak tahu jalan.
Sang Mong berjalan dibawah injakan kaki lutung yang bergendong padanya. Lutung menunjukan jalan dengan menuding-nudingkan tangannya seperti jendral perang belanda pada jaman penjajahan.
Tak lama kemudian sampailah Sang Mong dan Lutung di depan pondok sang Misi.
Berjejer anak sang misi seperti para demontran penglengser Suharto. Dengan menunjukan mulut merah darah, tubuh penuh darah dan pandangan mata tajam seakan algojo pembasmi PKI.
Sang misi menyambut kedatangan Sang Mong dengan senyum mematikan.
Sang Misi       : Hehehe… nyari apa kesini Sang Mong?
Sang Mong     : Aku lapar.
Sang Misi       : men, ngapain kesini?
Sang Mong     : Aku mau makan anakmu.
Sang Misi       : Duh, kalau begitu, tunggu dulu sebelum mau makan anakku, sekarang aku menceritakan kejadian yang tadi. Coba kamu lihat anak-anakku semua berlumur darah. Tadi sudah ada sang Mong dan lutung kesini mau makan anakku tapi sang Mong dan Lutung udah di keroyok dan dimakan oleh anak-anakku. Kepala Sang Mong dan Lutung dibuang ke sumur. Kalau tidak percaya lihat saja ke sumur.
Sang Mong     : Sumur yang mana? (dengan rasa takut ia bertanya).
Sang Misi       : Yang disamping mu
Dengan rasa takut sang Mong menghampiri sumur itu. Hati-hati ia memasikan kepalanya ke sumur dan melihat ke dalam sumur. Tentu saja ia melihat kepala Sang Mong dan Lutung disana karena kepalanya sendiri yang nampak dalam bayangan air dalam sumur. Ia tak tau kalau kepala yang ada dalam sumur adalah bayangan kepalanya. Ia takut dan lari secepat mungkin  dan masing menggendong Lutung.
Lari sang Mong kencang karena ketakutan diiringi teriakan Sang Misi. Sang misi terus berteriak “kejar-kejar, tangkap kakinya, tangkap kepalanya, gigit…? Sang Mong terus lari kesemak-semak, melewati rimbunnya tumbuhan keket yang penuh duri karena ketakutan. Setelah jauh sang Misi dari sang Mong, sampai disini Sang Misi dilupakan.
Lutung yang ada di pundak Sang Mong terjebak dalam rimbunnya diri-duri keket saat sang mong menerobos keket yang rimbun itu. Lutung tak berdaya, tak mampu tuk melepaskan diri dari tajamnya duri-duri keket.
Berselang lima hari Lutung terluntang lantung di semak keket, tanpa makan dan minum, ia lapar dan haus lewatlah sang Satuana (burung keker) mencari makan sambil bernyanyi “keker…keker…keker...”
Mendengar suara Sang Satuana, Lutung berteriak minta tolong.
Lutung            : Sang Satuana…Sang Satuana…Tolong Aku.
Sang Satuana : Yeh… Lutung ngapain disana? Kenapa memanggilku?
Lutung            : Dari lima hari aku terjebak disini, haus dan lapar tak tertahankan lagi. Kalau Sang Satuana masih ingat berteman denganku, tolong aku, tolong angkat aku dari keket ini.
Sang Satuana : Ingat pasti ingat berteman tapi kalau aku menolongmu nanti kamu malah memakanku.
Lutung : Ngapain aku memakan kamu? Jangankan kepadamu, kepada bulumu aku sudah takut, kepada bulumu yang jatuhpun aku takut apalagi untuk memakanmu mana aku berani.
Sang Satuana : Beneran kamu takut?
Lutung            : Bener. Kepada bulumu yang jatuh aku takut apalagi pada dirimu.
Sang Satuana : Ya, sekarang aku turun.
Sang Satuana mulai mengepakkan sayapnya untuk mendekati Lutung di rimbunnya keket itu. Deras angin mewarnai lambaian sayap-sayapnya sebelum mendarat diatas semak hijau itu.
Sang Satuana : Ayo naik Tung!
Lutung            : Dimana naik?
Sang Satuana : Di punggungku, biar tidak jatuh kamu pegang ekorku, injak tegilku dan taruh kepalamu disamping kepalaku.
Lutung            : Ooo… ya…
Naiklah Lutung dipunggung Sang Satuana, dipegang erat ekornya, buur… kepakan sayap Sang Satuana terbang keatas menerjang hembusan udara. Terbang mengelilingi puncak gunung. Melihat tanah lapang Lutung menyuruh Sang Satuana untuk menurunkannya disana.
Lutung            : Nah, disana turun. (sambil menudingkan tangannya ketempat yang dituju).
Sang Satuana : Ya.
Menuju dengan sekali kepakan sayap Sang Satuana sampai di tempat yang ditujukan oleh lutung. Kaki Sang Satuana Sudah menyentuh tanah namun Lutung tak kunjung turun dari punggung Sang Satuana, makin kencang ekor Sang Satuana dipegang Lutung.
Sang Satuana : Turun dong. Berat nih.
Lutung            : Gak mau… gak mau… perutku lapar.
Sang Satuana : Bagaimana sekarang? Apa maksudmu?
Lutung            : Kamu sekarang yang aku makan.
Sang Satuana : Mendusta kamu Tung. Bulu yang jatuh saja aku taku apalagi kepadamu. Mendusta kata-katamu.
Lutung            : Dusta ya dusta. Biarin, perut lapar.
Sang Satuana : Kalau gitu maumu aku hanya bisa pasrah. Biar dagingku manis, aku kasi tahu caranya.
Lutung            : Bagaimana caranya?
Sang Satuana : Bersihkan buluku semua tinggalkan dua bulu ekorku saja kemudian putar aku tiga kali dengan cara memegang ekorku.
Tak ambil pusing Lutung langsung mencabuti semua bulu mulai dari leher sampai ujung pantat kemudian dicabutlah ekornya Sang Satuana satu persatu dan ditinggalkan dua.
Sang Satuana : Nah. Sekarang putar aku tiga kali, dijamin dagingku akan manis kau makan.
Lutung langsung memegang erat dua bulu ekor Sang Satuana dan memutarnya dengan keras. Ngues…puaaag… suara putaran dan terlemparnya Sang Satuana dan jatuh ditengah semak keket.
Lutung            : Bah… bohong kau Sang Satuana (sambil berlari mendekati semak).
Sang Satuana telah masuk dalam semak, bersembunyi dalam rimbunnya semak. Siang ia bersembunyi dan malam keluar mencari makan disaat semuanya telah tertidur lelap.
Setiaap hari dia hanya mencari makan di dalam rimbunnya semak keket, sampai sebulan akhirnya bulu-bulunya kembali tumbuh. Ia hanya keluar pada malam hari saat Lutung tertidur lelap, ia mengepak-ngepakkan sayap yang baru mulai tumbuh. Pagi telah tiba saatnya sayap baru akan terbang, Sang Satuana terbang melewati Lutung yang sedang mencari belalang.
Hari terus berganti, musimpun kini telah berganti. Setahun sudah dunia ini berputar kini kembali ke sasih kelima. Rumput telah kuning kembali bahkan kering, daun-daun pada berguguran hanya tinggal batang dan ranting pada pohon. Tak ada lagi yang enak dimakan di gunung itu, dipandang tak enak. Lutung bingung mencari makanan, ia menangkap belalang yang mampir di keringnya semak.
Sore itu lewatlah Sang Satuana dari selatan ke utara, keker…keker…keker… melihat Lutung menangkap belalang Sang Satuana sengaja menjatuhkan kulit mangga disamping Lutung. Gelubug…
Lutung            : Peh, Sang Satuana ngapain melemparkan kulit mangga kepadaku?
Sang Satuana : Maaf, aku tak tau kau ada dibawah, tadi aku makan mangga dari Nusa Penida sampai disini habis ya aku buang kulitnya.
Lutung            : Dimana dapat mangga?
Sang Satuana : Di Nusa Penida…
Lutung            : Kamu kan temenan sama aku, tolong carikan aku satu ya. Lima hari belakangan ini aku tidak makan.
Sang Satuana : Aduh, aku tidak bisa awakan, aku cuma mampu bawa mangga untuk persediaanku. Mangga di Nusa Penida berbuah lebat sekali Tung, nangka juga. Kalau kamu mau, ikut saja kesana.
Lutung            : Benerran boleh aku ikut dengan mu? Jam berapa kamu berangkat kesana?
Sang Satuana : Sekarang angina mulai kencang, biar bisa nyebrang kesana besok jam Empat pagi aku berangkat. Kalau kamu mau ikut, tunggu aku di Pesisir.
Lutung            : Ya. Besok aku tunggu.
            Keesokan harinya, lutung telah menanti jam 4 pagi di pesisir pantai Kusamba. Lama lutung menanti namun Sang Satuana tak kunjung datang, dari pagi hingga siang, dari siang berganti sore belum juga Sang Satuana datang. Hingga lutung kelaparan, kehausan. Sore mau berganti petang Sang Satuana datang dari selatan. Keker…keker…keker… geleeebbuuug… kulit nangka jatuh di samping Lutung.
Lutung            : Sang Satuana, kok datang dari selatan? Jam berapa lewat keselatan, kok ga jadi ngajak aku?
Sang Satuana : Tadi pagi jam tiga kamu ga ada di sini. Sudah aku panggil tapi kamu ga ada, ya aku tinggal.
Lutung            : Kamu ga bawa buat aku?
Sang Satuana             : Ga bisa.
Lutung            : Besok beneran ajak aku ya? Jam berapa besok berangkat? Aku tunggu dah disini.
Sang Satuana  : Angin terus kencang, besok jam 3 tungguin disini biar tidak ada angin.
Lutung            : Ya.
            Malampun berlalu tanpa arti, begitu cepat jam 3 pagi. Lutung telah siaga dipantai menanti kedatangan Sang Satuana namun kali ini Lutung diperolok lagi oleh Sang Satuana. Hingga matahari bangun dari timur, Sang Satuana tak kunjung tiba. Lutung sangat kelaparan, kasihan juga melihatnya. Mataharipun berada diatas Lutung, Lutung kelaparan dan kehausan entah kemana perginya Sang Satuana.
            Menyerong barat matahari mengaga, Sang Satuana tepat datang jam empat sore. Keker… keker…keker…
Lutung            : Kok baru datang Sang Satuana?
Sang Satuana : Kamu lihat tadi angin kencang sekali? Sekarang sudah reda anginnya baru kita berangkat.
Lutung            : Sekarang? Bisa kita sampai disana? Nginep disana ya?
Sang Satuana : Ga nginep, satu jam kesana terus nyari makanan langsung balik jam enam kita sudah sampai disini.
Lutung            : Oya,,, biar cepat ayo berangkat. Tapi bagaimana caranya aku ikut denganmu?
Sang Satuana : Sama seperti dulu, kamu naik di punggungku, pegang ekorku, taruh kepalamu dipundakku, dan injak cekerku. Ayo cepet naik.
            Lutung naik dengan sigap dan memegang erat ekor Sang Satuana. Bur… Sang Satuana telah terbang ke angkasa. Di angkasa sang satuana sengaja terbang ke kanan dan kekiri angin kencang sekali. Lama tak sampai-sampai hingga matahari mulai diatas air laut.
Sang Satuana : Uduh Aku haus sekali,  angin kencang.istirahat dulu yuk?
Sang Lutung   : Dimana istirahat? Aku juga haus sekali.
Sang Satuana : Ooo… Tu ada batu, dibatu itu saja.
Lutung            : Ya dah.
            Sang Satuana pun mulai mengepakkan sayapnya untuk turun. Cengkraman kaki Sang Satuana sangat kokoh di batu itu. Kepalanya merunduk seperti minum air tapi sesungguhnya ia hanya ingin meyakinkan Lutung kalau ia haus. Lutung mulai turun dan mengagakan mulutnya ke air.
            Saat lutung sedang asik membasahi tenggorokannya, sang satuana terbang semakin tinggi.
Lutung            : Sang Satuana jangan tinggalakan aku! Kau mau kemana? Jangan tinggalkan aku!
            Lutung menangis, ia tak bisa terbang ataupun berenang. Ia menangis dengan keras hingga didengar oleh penyu kecil. Datanglah penyu kecil menghampiri Lutung. Lutung langsung menyambut dengan kebohongannya.
Lutung            : Ye… dari tadi dipanggil kok hanya yang kecil datang? Cari penyu yang paling besar suruh kesini, ada hal penting yang ingin disampaikan.
Penyu kecil     : Ya Jro.
            Pergilah penyu kecil mencari kakeknya yang sangat besar. Berkumpullah penyu dari kecil hingga yang terbesar menuju Lutung. Sampai muncul di permukaan lutung langsung berpura kenal.
Lutung            : Ye… dari kemarin aku tunggu disini kenapa Jro Wayan baru datang?
Penyu              : Ada apa Jro Wayan kesini.
Lutung            : Ya, aku mau bercerita sebentar. Kemarin Betara yang ada dibali mengutus aku untuk menghubungkan pulau Bali dengan pulau Nusa Penida agar tidak terpisahkan. Kalau begitu, lautan ini akan diratakan dengan batu, ne bukti batu yang baru keari aku bawa kesini. Setelah aku ingat dengan Jro Wayan, kalau aku jadikan lautan ini sebagai dataran, Jro Wayan tidak ada tempat untuk mencari makan.
Penyu              : Ya, Jro Wayan. Bisa Jro Wayam membantu kami? Kami tidak setuju kalau laut ini dijadikan dataran.
Lutung            : Bener tidak setuju? Kalau begitu, aku bisa memohonkan kepada Betara di Bali agar mengurungkan niatnya untuk meratakan ini. Tapi antar dulu aku ke pesisir agar aku bisa menghadap Betara. Sekarang Jro Wayan yang aku naiki dan yang lain membantu Jro Wayan.
            Cos… naiklah Lutung di cangkang penyu. Beberapa kilo dari batu penyu mulai tenggelam, Lutung membentak seakan raja menyuruh para budak. Hingga sampai dipesisir lutung menyuruh penyu besar untuk ikut dengannya namun yang lainnya boleh kembali mencari makan.
Lutung            : Nah… sudah sampai, yang lain boleh kembali namun Jro Wayan harus ikut biar ada saksi, biar saya tidak dikira berbohong.
Penyu                         : Ya,,, berat Jro, ini sudah di pasir tolong turun.
Lutung            : Nah… jalan dulu, panas nanti kakiku kebakaran bagaimana bisa menghadap Betara?
Sampailah di bawah pohon ketapang. Penyu yang kepayahan dan tak mempunyai tenaga lagi dibalikkan oleh lutung hingga keempat kakinya menghadap keatas, penyu tak berdaya untuk melawan.
Penyu              : Jro, kenapa saya dibalikkan? Bagaimana saya bisa berjalan?
Lutung            : Mau kemana?
Penyu                          : Menghadap Betara.
Lutung            : Betara dari mana?
Penyu                          : Jro berbohong kepada saya?
Lutung            : Aku lapar sudah lima hari tidak makan… sekarang aku mau makan kamu. Kalau aku tidak berbohong aku akan mati di tengah laut. Hehehe…
            Karena Lutung tidak bisa bencabik cabik penyu, ia pergi mencari Sang Mong. Beberapa jam datanglah Lutung dengan Sang Mong.  Sang Mong mulai mencabik-cabik, setiap potongan daging Penyu dibawa ke atas pohon ketapang oleh Lutung. Sampai semua daging yang telah sang Mong cabik habis dibawa keatas pohon, Sang Mong tidak mendapat bagian daging, cangkang dan tulang yang ada di bawah yang menjadi bagian Sang Mong. Sembari Sang Mong meminta kepada Lutung, kembali kaki penyu yang dilemparkan oleh Lutung, semua hanya tulang. Hingga lutung kekenyangan dan ketiduran dipohon.
            Melihat Lutung tidur di atas pohon, Sang Mong marah dan mengoyah pohon kelapa itu hingga lutung terjatuh dan pingsan. Karena Sang Mong kesal telah dibohongi oleh Lutung, Lutung diikat di bawah pohon ketapang dengan pohon Bun…
            Lutung mulai ingat, lagi terlelap, pusing kepalanya karena terjatuh. Belum sadar betul ia terikat disana. Datang Asuajug dan kencing di muka lutung tanpa sengaja karena lutung tak terlihat lebat ditutupi Bun. Lutung marah-marah kepada Asuajag.
Lutung             : Ye… Asu ajag ngapaik kencing dimukaku?
Asuajag           : Maaf, kamu tak terlihat olehku…
Lutung            : Kok aku terikat, siapa yang mengikat? Tolong buka ikatanku!
Asuajag           : Ga mau, nanti aku yang dibunuh…
            Asuajag lari dengan kencang karena ketakutannya dengan Sang Mong…
            Lutung terus terikat disana, namun ada yang menyndul-nyundul pantat Lutung, lutung bertanya.
Lutung            : siapa yang dipantatku? Coba perlihatkan dirimu!
            Munculah rayap dari pantat Lutung, Luung langsung minta tolong.
Lutung                        : Ye, Jro tetani… tulong dong lepaskan akatanku!
Rayap             : Ya…
            Dimakanlah bun yang mengikat Lutung sampai putus. Setelah lutung lepas lutung menyuruh rayap untuk berkumpul agar ia tidak bingung untuk menyembah balas budi atau permohonan terimakasi.
Lutung            : Jro Tetani semua, ayo berkumpullah agar aku tidak bingung untuk menyembahmu. Berkumpullah disini menjadi satu.
            Rayap demi rayap berdatangan, berkumpul dan membentuk gunung. Lutung yang jahat tak mungkin pernah balas budi, setelah Rayap menggunung mulut lutung langsung mengaga dan melahap Rayap yang menggunung itu. Namun tak semua Rayap terlahap, dua rayap terpental ke bawah daun Bambu dan Teep.
            Disanalah Rayap berjanji, jika daun Bambu dan Teep terus menutupinya agar tak terlihat oleh lutung dia tida akan pernah memakan daun Bambu dan Teep.

Kamis, 18 Maret 2010

Benih Pembohong


Suatu peruses belajar memang perlu diuji untuk mengetahui tingkat hasil belajar siswa. Di Indonesia dilakukan Ujian Nasional (UN) untuk menguji tingkat kemampuan secara serentak. Masalahnya, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) diterapkan berdasarkan tingkat kemampuan sekolah, anak, dan wilayah. Dalam KTSP, guru memiliki andil yang sangat besar dalam mengembangkan pelajaran yang disampaikan kepada siswa. Patokan materi juga tidak jelas dirumuskan oleh pusat sehingga tidak benar bila siswa diukur dengan soal-soal yang dibuat di pusat. Yang seharusnya memnguji siswa adalah guru yang mengajar, sebab hanya yang mengajarlah mengetahui tingkat kemampuan mereka, mengetahui ketercapaian pelajaran di sampaikan, sehingga guru dapat memberikan soal yang sesuai kepada siswa.
Dengan adanya UN yang diberlakukan, sekolah-sekolah menjadi cemas dengan setatus sekolahnya. Apabila siswa-siswa banyak yang tidak lulus, sekolah akan di cap (label) tidak bermutu. Menghadapi problema seperti itu, para guru akhirnya berbuat tindakan yang lebih bijak.
Mulai dari menambah jam sekolah, khusus buat siswa kelas tiga yang akan mengikuti ujian. Setiap jam pelajaran (pelajaran bersangkutan) dibagi menjadi dua sesi. Sesi pertama sebagai pembinaan materi baru, dan sesi kedua adalah sesi tanya jawab tentang soal ujian tahun lalu. Pada sesi kedua inilah adanya suatu kebohongan belajar, yang mana semua siswa diajarkan menjawab soal dan bukan memecahkan masalah. Jadi setiap pelajaran yang berlangsung ada suatu pembohongan kepada siswa. Biasanya siswa mendapatkan proses memecahkan masalah, pada akhirnya siswa mendapatkan cara menjawab soal dengan mudah.
Banyaknya les di luar sekolah. Les di luar sekolah memang sangat bagus, namun itu bila digunakan dengan baik. Tapi sebagian besar siswa yang mengikuti les di luar sekolah hanya menginginkan untuk mendapatkan bantuan mencari jawaban yang benar. Les-les pun diisi penuh dengan membahas cara menjawab soal-soal.
Popularitas sekolah juga sangat dijaga oleh pihak sekolah. Hal ini menimbulkan keberanian guru untuk memberikan bocoran soal kepada siswanya (Naluri seorang guru yang tak ingin melihat anak-anaknya terlantar dan sekolahnya dilabel tak bermutu).
Tiga hal tersebut hanya bagian kecil dari kebohongan yang disebabkan oleh UN. Masih ada banyak lagi kebohongan yang lainnya. Misalnya kebohongan kepada siswa, siswa seharusnya mendapatkan pendidikan yang sempurna, tapi harus dibagi dengan waktu membahas soal. Selain itu ada juga beberapa buku yang sengaja disusun berdasarkan soal-soal UN tahun sebelumnya, dan itu digunakan pedoman menjawab soal.
Pembohongan ini akan terus terjadi, mengingat begitu berpengaruhnya sebuah lebel dari sekolah dan rasa manusiawi seorang guru.
 

harta karun

bagi teman2/om/tante, bisa bergabung bersama kami untuk menemukan dolar yang akan bisa anda miliki sendiri. mau gabung??? klik saja link di bawah ini...

Sitemeter

pasang barner dapat dolar

yahoo messenger