Paypal Bank Online

bisnis online dengan paypal. klik logo di bawah ini Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.

rss

Sabtu, 14 November 2009

Dongeng

MANGKU MOKSA & ASUAJAG
Oleh INAS Klepon
Karena kebaikannya, ia dipanggil Mangku Moksa. Ia adalah seorang lelaki yang telah paruh baya. Mangku Moksa yang masih tegar, menjalani hidup sendiri. Ia tidak mempunyai anak karena ia tidak pernah menikah. Istri saja dia tidak punya apalagi anak.
Kesehariaanya Mangku Moksa bekerja di kebun. Pagi ia memasak untuk bekal ke kebun dan siangnya ia kekebun merawat kebunnya. Di kebun ia menanam ubi rambat dan jagung. Siang hari ia kekebun mengunakan baju yang terbuat dari karung goni dan sore hari ia pulang dengan membawa barang dengan sanan. Di depan ditaruhnya daun ubi dan di belakang ubi dan jagung. Daun ubi untuk diberikan makan babi dan ubi serta jagung digunakan untuk makanan sendiri.
Jagung dan ubi yang ditanamnya tumbuh dengan subur, daun-daunnya lebat hijau, batang-batangnya besar, ubinya berondot-rondot, dan jagungnya empat tongkol. Hehehe… hari demi hari tak pernah ia lelah untuk merawat kebunnya, menggerburkan tanahnya, menyirami, membersihkannya.
Kebun I Mangku Moksa berada tak jauh dari rumahnya, yaitu di tengah hutan di utara rumahnya. Di tengah rimbun dan hijaunya hutan itu hidup berbagai macam binatang, seperti monyet, anjing, kambing, ayam, rusa, dan lain-lain.
Suatu hari ada seorang yang berburu ke hutan itu. Ia adalah I Raden Mantri dari kuripan. Ia berburu sendiri tanpa didampingi oleh pengawal atau teman-temannya. I Randen Mantri membawa tombak dan panah, di kanan tombak dan di kiri panah.
Di samping kebun Mangku Moksa, Raden Mantri melihat Asuajag bersama tiga anaknya yang gemuk. Disanalah Randen Mantri mengejar Asuajag.
Asuajag adalah seekor anjing, ia memiliki tiga anak. Dua anaknya adalah cewek yang gemuk-gemuk dan lagi satunya cowok yang lebih gemuk dari yang lain.
Melihat Raden Mantri mengejarnya, Asuajag lari kalang kabut. Mereka berpisah, ada yang lari keselatan, timur, barat, dan utara. Asuajag lari ke arah timur, anaknya yang cewek berlari ke barat dan anaknya yang cewek lagi satunya berlari keselatan sedangkan anaknya yang cowok berlari ke utara ke kebun Mangku Moksa, sampai ia terengah-engah dan disana ia bersembunyi.
Melihat salah satu asuajag berlari ke utara melewati kebun Mangku Moksa, Raden Mantri mengejarnya kesana. Namun sayang Raden Mantri kehilangan jejak. Raden Mantripun bertanya pada Mangku Moksa.
Raden Mantri : Mangku melihat Asuajag lewat kesini? Tadi larinya kesini tapi sampai disini ia hilang.
Mangku Moksa : Maaf Raden saya tidak melihatnya. Mungkin ia lari ke utara Tuan.
Raden Mantri : Ya.
Raden mantra langsung pergi untuk mengejar Asuajag ke utara.
Karena kasihan Mangku Moksa sengaja menyembunyikan Asuajag agar tidak dibunuh oleh Raden Mantri. Mungkin capek berlari dalam kondisi tegang hingga Asuajag lemas dan bersembunyi di bawah pohon pisang.
Melihat Asuajag terseenga-engah, mangku moksa langsung membuka baju karung goninya untuk dijadikan tempat membawa Asuajag. Asuajag dimasukkan ke dalam karung goni dan dipikul di depan agar tidak dilihat oleh Raden Mantri.
Mangku Moksa berjalan setapak dan terus melangkahkan kakinya walaupun agak berat Asuajag dalam karung. Sampai di rumah, Mangku Moksa mengikat Asuajag di pilar rumahnya. Asuajag kini menjadi peliharaan Mangku Moksa.
Sampai disini tak diceitakan lagi Raden Mantri karena ia telah hilang entahkemana pergi berburu.
Karena Asuajag dipelihara di rumah Mangku Moksa, Asuajag tumbuh semakin besar begitu juga Mangku Moksa semakin tua.
Di pagi hari sebelum pergi ke kebun, setiap memasak nasi titisannya deberikan kepada Asuajag, datang dari kebun Mangku Moksa lagi memberikan makan kepada Asuajag. Setiap hari terus begitu. Hingga Asuajag gemuk, besar dan Mangku Moksa semakin tua.
Karena setiap hari Asuajag diberikan makanan enak dan setelah lama Mangku Moksa tua serta tidak mampu lagi untuk pergi ke kebun. Memasak juga tidak mampu karena sudah tua renta.
Di sinilah Asuajag marah dan ingin memakan Mangku Moksa.
Asuajag : Mangku… Saya disini lama tidak Mangku beri makan, bisa bisa saya kurus… sekarang saya lapar.
Mangku Moksa : Terus bagaimana sekarang? Mangku sudah tua, tidak mampu untuk ke kebun mencari bahan makanan, memasak tak mampu, apalagi ke kebun atau memasak berjalan saja saya tidak mampu.
Asuajag : Kalau begitu, saya semakin kurus disini? Bagaimana sekarang, saya lapar sekali?
Mangku Moksa : Terus bagaimana kemauanmu sekarang?
Asuajag : Mangku yang sekarang saya terkam, saya makan…
Merasa dirinya telah besar dan pantas memakan Mangku Moksa yang telah tua renta, Asuajag ingin memakan Mangku Moksa. Mangku Moksa mencoba mengelak dari cengkraman Asuajag dengan mencoba memberikan penjelasan.
Mangku Moksa : Kalau begini kemauanmu berarti kamu lupa waktu dulu kamu terengah-engah di pohon pisang Mangku yang menyelamatkan dari pemburu. Dari kecil Mangku yang memberikan makan. Kenapa sekarang Mangku yang inin kamu makan?
Asuajag : bagaimana, saya terikat disina dan saya lapar. Tak ada yang lain selain Mangku yang dapat saya cengkram dan sobek-sobek saya makan.
Mangku Moksa : Beh… kalau begitu. Sekarang begini ya? Biar benar cobak tanyakan, pantaskah kamu memakan saya yang telah membesarkanmu dari kecil? Sekarang tanyakan kepada yang lebih paham, disini ada hakim. Yang di utara itu rumahnya.
Asuajag : ya. Lepaskan saya, saya yang ikut kesana.
Mangku moksa dan Asuajag bersama-sama mencari rumah hakim untuk kebenaran, apakah pantas Mangku Moksa mati dimakan Asuajag.
Mereka berjalan dan setelah dekat rumah hakim sementara dilihatlah Poh Gading yang menjadi hakim sementara. Dan setelah dekat Poh Gading langsung tertawa melihat kedatangan mereka berdua.
Poh Gading : hihihi… Kok tumben Mangku Moksa bersama Asuajag? Mau ngapain kesini?
Mangku Moksa : Saya kesini karena saya mau bertanya kepada Poh Gading?
Poh Gading : Bertanya apa?
Mangku Moksa : dahulu sewaktu Asuajag masih kecil saya pungut dan saya pelihara di rumah hingga besar dan setelah besar seperti sekarang ini saya sudah tua tidak bisa memberikan makan, Asuajag mau memakan saya, apakah benar saya harus dimakan Asuajag?
Poh Gading : Oooh begitu? Sebelumnya saya dulu menceritakan hidup saya kepada Mangku. Sewaktu saya masih kecil saya ditanam di tengah halaman rumahnya, waktu itu belum dia punya rumah, bale dangin tidak ada, bale dauh tidak juga, meten juga tak ada, begitu juga dapur. Yang memungut saya di got, saya ditanam, setiap pagi disirami, dimandiin, dicarikan pupuk kandang sapi dan babi. Sesudah saya besar, saya berbuah lebat. Batang saya yang di barat lebat dengan buah atas sampai bawah, di timur juga lebat, begitu juga yang di utara dan selatan. Karena buah saya dia mampu membangun, bale dangin bagus, dapur bagus dan yang lainnya. Namun sekarang saya mau dicarikan penebang karena dahan-dahan saya menutupi rumahnya. Batang saya mau dipakai papan, dan dahan yang kecil-kecil mau dipakai membakar Bata. Yeh… setelah saya tua renta saya mau dibunuh sama seperti mangku.
Asuajag : hom… (mulutnya mengaga mau mencengkram)
Mendengar kata Poh Gading, Asuajag makin tidak sabaran ingin menghabisi Mangku Moksa.
Asuajag : Hoom… sepatutnya sekarang mangku moksa mati karena sudah tua. Begitu juga keputusan Poh Gading, karena menutupi rumah maka Poh Gading harus mati I Mangku Moksa juga mati. Oooweng…. Sembari mencengkeram
Mangku Moksa : jangan. Jangan dulu kamu membunuhku, masih banyak yang harus dimintai pertimbangan, masih dua saksi yang harus dimintai pertimbangan. Kalau sudah sepatutnya saya dikatakan mati, bunuh saja saya nanti.
Poh Gading : Karena saya sudah tua, sepatutnya saya dibunuh karena saya sudah mengganggu di rumah ini. Begitu juga mangku sudah sepatutnya mati karena sudah tua.
Asuajag : Oooweng… menganga mulutnya ingin menyantap mangku moksa.
Mangku Moksa : Jangan dulu, masih ada dua saksi yang harus ditemui.
Asuajag : Siapa?
Mangku Moksa : Kerbau namanya.
Asuajag : Dimana rumahnya?
Mangku Moksa : Di utara, tidak jauh kok.
Mereka berjalan menyusuri rimbunnya pohon-pohon besar. Setiap langkah Mangku Moksa dikejutkan oleh taring Asuajag yang ingin menyambarnya. Mangku Moksa hanya mampu menyakinkan “jangan” dengan rasa yang takut untuk meninggalkan kehidupan.
Diperjalanan dilihatlah si Kerbau mencari makan di pingiran jalan. Kerbau yang telah tua kotor takpaknya tak ada yang merawat. Tegur sapa kerbau menyambut kedatangan mereka.
Kerbau : ye… tumben Mangku dan Asuajag bersama.
Mangku Moksa : Saya mau minta pertimbangan kepada kerbau.
Kerbau : kenapa?
Mangku Moksa : Dari kecil saya membesarkan Asuajag sampai ia besar seperti ini, sekarang saya sudah tua dan tidak bisa mencari makanan, saya mau dimakan olehnya (Asuajag).
Kerbau : Peh, Kalau begitu saya mau menceritakan kisah saya kenapa saya mencari makan di penggir jalan.
Mangku Moksa : ya,bagaimana?
Kerbau : dulu sewaktu saya masih sehat dan kuat tidak pernah yang namanya saya kotor atau kena kotoran, tidak pernah saya mencari makan. Bagaimana lebatnya hujan, bagaimana panasnya terik matahari, yang memelihara saya membuatkan rumah saya. Kotoran saya ada yang membersihkan dipakai pupuk kandang. Makanan dicarikan walaupun hujan lebat, anaknya mencarikan seikat, ayahnya seikat sampai saya tidak bisa menghabiskan. Karena saya sekarang sudah tua, apalagi bisa membajak menarik bajak. Ne pantatku masih berisi kotoran tidak ada yang peduli, apalagi ada yang membawakan makanan makanya saya mencari makan di jalan-jalan. Ne Mangku sama seperti saya, yang memelihara saya sekarang mau membunuh saya, mencarikan saya Jagal (tukang potong hewan). Setelah mati, tanduk saya dipakai sisir dan ukir-ukiran, tulang saya mau dipakai piring, kulit saya mau dipakai wayang. Karena Mangku Sudah tua sudah sepatutnya Mangku mati.
Asuajag : Oooweng… nah,, dua sudah mencari saksi sekarang mati Mangku Moksa, kedua-duanya telah memutuskan Mangku mati. Oooweng … Menganga mulutnya menyambar Mangku Moksa
Mangku Moksa : Jangan dulu ya, masih Mangku punya saksi lagi satu.
Asuajag : Dimana rumahnya?
Mangku Moksa : Tidak jauh, di utara lagi sedikit.
Kembali mereka berjalan mencari rumah saksi ketiga, sampai di depan rumah saksi itu, dilihatlah saksi itu sedang di halaman rumahnya. Saksi itu bernama Dewa Gede yaitu manusia.
Sudah sampai depan rumah Dewa Gede, merekapun disambut dengan hormat oleh Dewa Gede.
Dewa Gede : ye… Mangku Moksa Tumben bersama Asuajag mau kemana?
Mangku Moksa : Dewa, saya datang kesini mau minta pertimbangan kepada Dewa.
Dewa Gede : Pertimbangan apa? Ya duduk dulu disini.
Mangku Moksa : mengingat masa lalu sewaktu saya dikebun.
Dewa gede : lantas kenapa?
Mangku Moksa : saya melihat Asuajag masih kecil dikejar oleh pemburu, asuajag sembunyi karena kelelahan dan saya pungut, saya masukkan ke dalam baju karung dan saya bawa pulang. Saya pelihara dia sampai besar seperti ini, sekarang saya tidak mampu ke kebun mencari makanan dan saya tidak mampu memberi makan Asuajag. Sekarang saya mau dimakan, sepatutnya seperti itu?
Dewa Gede : Oh… begitu. Beneran begitu Asuajag?
Asuajag : bener, lima hari saya tidak dikasi makan dan minum, lapar saya.
Dewa Gede : kalau lapar, Mangku Moksa yang mau dimakan?
Asuajag : ya.
Dewa Gede : bah, kalau begitu. Biar terbukti kebenarannya, bagaimana kejadiannya dulu, waktu pertama memasukkan Asuajag ke baju karung? Coba peragakan sekarang disini. Biar pasti masih baju karungnya?
Mangku Moksa : Baju itu sudah robek, tapi sekarang saya bawa karung yang saya pakai sekarang.
Dewa Gede : ya pakai itu saja. Coba sekarang peragakan biar pasti kejadiannya, biar bisa memberikan pertimbangan yang benar dan salah, biar tidak yang salah saya katakana benar. Tidak boleh mengatakan yang benar salah dan yang salah benar. Nah sekarang peraktikkan sewaktu memungut Asuajag, apa yang dipakai membungkus biar tidak kelihatan!
Asujag : saya dimasukan ke dalam bajunya sampai saya tidak mampu bernapas, hampir saya mati.
Dewa gede : beneran sampai sesak Asuajag di dalam? Bagaimana cara mangku sampai dia sesak dalam karung? Nah, sekarang peragakan bagaimana memasukkannya, dimana diikat!
Mangku Moksa : saya beginikan, saya masukan dia.
Dewa Gede : beh begitu cara mangku memasukkan pantas sampai sesak dia di dalam. Sekarang mangku ikat lagi? Bagaimana cara mengikatnya?
Mangku Moksa : ya, biar tidak terlihat oleh yang memburu saya ikat.
Dewa Gede : erat ikatannya?
Mangku Moksa : ya…
Dewa Gede : bagaimana ikatannya yang kuat, coba sekarang peraktikan.
Kret…kret…kret… keras sekali ikatan Mangku Moksa. Setelah terikat ujung karung tersebut, Asuajag tak berkutik lagi. Dewa gede berbisik “bawa pisau? Sekarang tusuk dibagian lehernya!” kepada Mangku Moksa. Mangku moksa langsung mengambil belati dipinggangnya, mencari leher Asuajag dan langsung menghujaninya dengan belati.
Crut…cret…crot… bersumbar darah Asuajag kesana kemari. Tanpa daya Asuajag mati dan cerita pun berakhir.

NB: Cerita ini saya tulis berdasarkan cerita yang sering diceritakan oleh kakek saya sewaktu saya masih kecil. Cerita ini memberikan pengetahuan bahwa sebagai manusia kita tidak boleh menyakiti orang yang telah melahirkan dan membesarkan kita.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

penggunaan tanda baca (&) pada judul Anda kurang tepat dan cerita anda kurang menarik. lebih banyak membaca buku-buku dongeng karya Made Taro sebagai acuan penulis pemula. lanjutkan.... (arik padi)

Nyoman Ilang on 23 November 2009 pukul 02.38 mengatakan...

makasi mas atas comentarnya,, dengan komen ini saya bisa membenahi karya saya...


Posting Komentar

 

harta karun

bagi teman2/om/tante, bisa bergabung bersama kami untuk menemukan dolar yang akan bisa anda miliki sendiri. mau gabung??? klik saja link di bawah ini...

Sitemeter

pasang barner dapat dolar

yahoo messenger