Paypal Bank Online

bisnis online dengan paypal. klik logo di bawah ini Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.

rss

Senin, 25 Januari 2010

Kenikmatan Pelacur


Aku menyusuri jalan di depan hotel ini tiap malam. Kadang aku diam di depan toko itu. Aku duduk di depan etalase toko 24 jam itu. Aku menanti sesosok pria yang ingin mengabiskan malam denganku.
Kadang aku mengaku namaku Yeni, walaupun aslinya bukan itu. Lelaki itu ku tau tak peduli dengan namaku. Mereka hanya ingin tubuhku ini. Mereka hanya peduli dengan sosok kewanitaanku yang bisa menyelimuti tubuh mereka di malam yang dingin ini.
Ku tahu, kerjaku sebagai wanita penari malam dihina oleh kaumku sendiri. Tapi semua ini harus ku lakukan, tak ada lagi yang aku bisa lakukan selain menjual tubuhku untuk suami mereka. Aku tak punya pekerjaan layak. Aku tak pernah diterima bekerja di sebuah toko kecilpun karena dasar pendidikanku yang kurang.
Dulu aku sempat sekolah di desaku. Sekitar empat tahun aku sekolah sebelum ayah dan ibuku meninggal. Mereka meninggalkanku ketika aku berumur sepuluh tahun. Ku lihat ayahku telah tak berwajah lagi, tangannya putus dan ibuku telah kehilangan kaki dan perutnya. Kata tetanggaku, mereka terhempas oleh truk elpiji yang sedang melaju dari arah barat ketika ibu dan ayahku memikul rumput untuk sapiku di sawah.
Sejak kepergian kedua orang tuaku, aku harus menanggung kedua adikku yang berumur delapan tahun dan enam tahun. Mereka masih sangat kecil dibandingkan aku. Aku yakin waktu itu aku bisa menyekolahkan mereka lebih tinggi dari aku. Biar mereka tak seperti ayahku kelak, memikul rumput dan terampas oleh elpiji di jalan raya. Aku ingin adik-adikku menjadi seorang yang sukses, mereka bisa bekerja di kantor-kantor Negara ataupun suasta. Mereka tak perlu membawa sabit, cangkul atau peralatan tani lainnya. Mereka hanya akan membawa secarik kertas dan sebuah pena. Mereka menggoreskan pena mereka dan memberikan tanda tangan kepada masyarakat.
…000…
Dua hari setelah ayahku meninggal, aku tak lagi pergi ke sekolah. Setiap pagi setelah memasak di rumah untuk adik-adikku, aku pergi ke rumah pak Mardi. Pak Mardi seorang juragan besar di desaku. Dia mempunyai dua istri dan empat orang anak. Tapi istri dan anaknya tak tinggal bersamanya. Dia tinggal seorang diri di rumah itu. Dia memang kaya, aku tahu itu. Dia punya banyak truck pengangkut pasir. Truck-trucknya itu yang berjasa mengangkut pasir untuk pembangunan kota ini. Aku tahu itu dengan jelas setelah kemarin aku diterima menjadi pembantu di rumahnya ini.
Pak Mardi, pria yang tak terlalu tua ini, begitu senang dengan burung. Ia memelihara beberapa burung di rumah ini. Setiap pagi burung-burungnya berkicau, dan ia akan memandikan burungnya jika burungnya telah berhenti berkicau sekitar pukul sepuluh pagi.
Sebelum itu pak Mardi selalu berurusan dengan para supir-supirnya dan pembantu di rumah istri-istrinya. Ia selalu mengeluarkan uang yang cukup banyak untuk membiayai modal pekerjaannya menjadi seorang juragan. Begitu juga ia mengeluarkan uang yang banyak untuk istri-istrinya dan anaknya.
Ketika siang telah tiba, matahari telah tepat di atas kepala, pak Mardi duduk di balai tengah. Dibawah balai ada kolam ikan koi dan gurami. Di sana ia duduk menikmati terangnya siang hari sambil memberi makan ikan koi dan gurami dari atas balai tengah. Terkadang ia juga bernyanyi dan memainkan gitar yang selalu ia taruh di balai tengah itu.
Berselang beberapa jam, ketika matahari telah ingin pulang keberanda. Majikanku itu kembali duduk di ruang kerjanya. Datanglah semua supir dengan membawa uang setoran dan memberikannya kepada majikanku. Majikanku akan sibuk menghitung dan mencatat uang yang ia terima. Dia sibuk bersama supir-supirnya hingga pukul tujuh malam.
Setelah para supir pulang, majikanku mandi, dan langsung makan malam bersamaku. Setelah beberapa hari aku di sini majikanku tak pernah makan dengan istrinya, entah mengapa aku tak tahu. Dia hanya makan sendiri dan ada aku di sini kini selalu menemani.
Ku pikir sangat asik menemani seorang majikan makan, apalagi dia tak pernah sombong. Dia selalu ingin makan bila aku mau ikut makan bersamanya. Aku merasakan kehangatan ayahku ada pada dirinya ketika ia mengambil kepalaku dan mengelusnya lalu menyuruhku makan di depannya.
Aku ingat ketika ayahku dulu menyuruhku makan di depannya sendiri karena aku dulu jarang ingin makan. Aku kangen dengan pelukan ayahku. Aku lihat sosok ayahku pada perabahannya. Ia sosok majikan yang baik tapi aku harus selalu ingat kalau aku hanya seorang pembantu.
Aku pulang setelah menemani majikanku makan. Sekitar pukul delapan, bukan jam yang malam buat aku pulang. Rumahku dekat dengan rumahnya, hanya berjarak dua ratus meter. Aku melewati sebuah jalan kecil yang disebrangnya semak-semak kecil. Walaupun desa kecil tapi jalanan seperti ini masih ramai sampai pukul sebelas malam. Itu sebabnya aku tak pernah takut pulang malam seperti ini.
Setiap aku sampai di rumah, aku telah lihat kedua adikku terlelap dalam gelapnya kamar kecil kami. Mereka berpelukan mereka menghilangkan rasa dingin yang merasuk dari dinding rumah kami. Dinding rumah kami hanya terbuat dengan jalinan bambu. Yah, cukup dingin bila malam hari.
Aku tak pernah sempat untuk berbincang dengan adikku, mereka terlalu capek untuk ku bangunkan. Mungkin mereka bermain sampai sore hari setelah pulang sekolah. Aku tak sempat bertanya tentang sekolah mereka, mereka telah mendengkur dan aku pula cape seharian merawat rumah besar. Apalagi besok aku harus bangun pagi untuk memasakkan adik-adikku sebelum mereka kesekolah. Sebelum aku tidur, aku melihat ke dua buku tulis adikku. Aku mencoba melihat perkembangan mereka di sekolah. Aku tak ingin mereka bodoh.
Malam yang melelahkan, aku tidur di samping adikku. Ku peluk mereka sampai pagi ayam jantan peninggalan ayahku berbunyi.
---000---
Pagi ini aku bangun, adik-adikku masih lelap dengan mimpi mereka. Aku langsung ke dapur. Aku hangatkan air dan langsung memasak dari tungku dan kayu bakar yang di kumpulkan oleh adik-adikku. Setiap pagi setelah memberi uang jajan, aku selalu mengingatkan mereka, jika setelah pulang sekolah mereka harus mencari kayu bakar sebelum bermain bersama teman-teman mereka dan bila mereka perlu sesuatu, aku suruh mereka mencariku di rumah majikanku.
Pukul enam nasi telah masak dan tiga butir telur telah ku goreng kecil-kecil. Ku bangunkan adik-adikku agar mereka sarapan dan bergegas kesekolah. Mereka selalu menurut padaku. Aku senang merawat mereka. Pagi ini aku bertanya pada mereka tentang sekolah mereka. Mereka bilang senang di sekolah. Ternyata mereka tak jauh seperti aku. Aku sangat suka sekolah, tapi aku terpaksa berhenti sekolah. Siapa yang akan memberi kami makan jika aku tak bekerja. Tak ada orang yang terlalu baik di bumi ini.
Ku tanyakan pada mereka, apakah ada hal yang belum mereka bayar di sekolah. Adikku yang lebih besar mengatakan semuanya telah dibayarnya. Mereka hampir tak pernah membelanjakan uang yang aku berikan. Mereka hanya makan dari masakanku di rumah. Uang saku yang aku berikan selama ini selalu mereka simpan di almari, mereka tabung untuk membayar SPP mereka.
Dari dua bulan lalu pertama aku bekerja di rumah pak Mardi, uang mereka masih di simpan di almari. Katanya akan di pakai membayar uang sekolah ketika adikku nanti lulus SD. Aku sangat senang mendengarnya. Mereka sangat mengerti dengan keuangan yang kami miliki untuk saat ini. Mereka mau mengirit diri.
Sebelum berangkat sekolah mereka mencium tanganku dan aku mencium kening mereka. Aku sangat sayang kepada mereka. Mereka adik-adikku. Keduanya laki-laki. Yang lebih besar namanya Padi dan yang paling kecil namanya Adi.
Mereka bejalan ke sekolah dan akupun harus bergegas ke rumah majikanku. Pekerjaanku di sana telah menungguku. Belum lagi membuatkan tuan kopi. Nanti dia marah kepadaku. Aku bergegas pergi ke rumah majikanku.
---000---
Siang ini, majikanku mengajaku pergi ke pasar membeli isi kulkas yang telah ku masak selama seminggu. Baru kali ini aku aku naik BMW milik tuanku. Aku duduk di kiri, enak rasanya. Pertama kali dalam hidupku ini naik mobil, aku sangat senang. aku melewati beberapa warga desaku yang berjalan kaki. Biasanya aku berjalan kaki seperti mereka bila aku pergi membeli persediaan makanan untuk di rumahku. Ini rasanya terbang, aku hanya duduk dan di terbangkan ke kota oleh mobil ini. Sungguh aku terpesona dengan kemewahan yang diciptakan oleh Negara asing ini. Kata majikanku, harganya sepuluh kali harga truck.
Beberapa kali ku lihat kaca spion di sebelah kiriku. Beberapa kali pula ku lihat wajah-wajah kusam yang berjalan kaki ku lewati. Aku menjadi kasihan melihat mereka yang tak pernah manaiki mobil seperti ini. Andai saja, klak aku bisa mengajak adik-adikku naik mobl seperti ini pasti mereka sangat senang seperti aku sekarang ini. Tapi itu hanya bisa jadi mimpi saja.
Lima belas menit, aku telah sampai di pasar, sungguh cepat. Aku turun dari mobil hitam itu, lalu aku masuk ke pasar dengan membawa catatan kecil barang barang yang harus ku bawa ke rumah majikanku. Sedangkan majikanku masih menunggu di atas mobilnya. Aku berjalan sendiri. Aku masuk ke dalam pasar. Ku lihat seorang pedagang tua yang menjual sayuran, aku membeli sayuran di sana.
Beberapa pedagang aku lewati lagi, terasa ada yang memegang bahuku. Aku berbalik. Seorang gadis yang lebih kecil tubuhnya telah berdiri di belakangku dan tersenyum. “Heni apa kabarmu?” Ia bertanya padaku. Aku ingat. Dia adalah temanku dulu di Sekolah Dasar.
Kami berbincang lama sambil aku membeli barang-barang untuk majikanku. Aku sempat bertanya padanya, ternyata dia sekarang telah kelas tiga SMP. Tapi tubuhnya masih ku lihat kecil, mungkin karena tubuhku yang lebih besar darinya. Atau karena aku yang tak sekolah sehingga tubuhku cepat besar seperti orang yang sedang remaja kembang.
Setelah semua barang ku beli, aku kembali ke mobil majikanku dan pulang dengan mobil itu lagi. Di mobil aku mengingat temanku itu, aku berpikir. Jika dia kelas tiga SMP sekarang semestinya aku juga sama sepertinya. Pantaslah adikku sekarang telah kelas satu SMP dan kelas lima SD. Tak terasa kelas empat SD telah lima tahun lalu dan aku telah lima tahun bekerja pada majikanku ini.
---000---
Di kamar tamu majikanku ada sebuah cermin besar, aku pandangi sekujur tubuhku. Aku ingat lagi kepada temanku. “Mengapa tubuhku lebih montok dibandingkan temanku itu, payu daraku telah menonjol besar, pantatku juga telah kelihatan menonjol?” Pikirku dalam hati. Kemudian ku lanjutkan membersihkan lantai yang penuh debu akibat sepatu para supir yang berpasir dan berdebu.
“Hemmm….” Dari belakang ku dengar suara majikanku. Dia memandangiku dengan tajam lalu ia tersenyum kembali. Aku hanya diam, aku tak menaruh rasa apa-apa kepadanya. Dia telah ku anggap sebagai ayah angkatku. Dia sosok yang sangat baik bagiku.
Majikanku mengajakku ngobrol, ia berbicara tentang royek barunya di kota lain. Entah itu di mana, aku tak tahu waktu itu. Kemudian majikanku mengajakku untuk menemaninya pergi ke luar kota sore nanti. Katanya ia ada urusan di sebuah perusahaan besar. Dia ingin mengajakku bersamanya untuk pergi ke kota itu. Aku tak berani menolak ajakan majikanku itu. Walaupun ada kewajibanku menjaga adikku tapi dia terus memaksaku.
Sudah ku coba bilang kalau adik-adikku perlu aku untuk memasak tapi ia bilang hanya sehari. Aku tak bisa menolak lagi. Aku langsung pamitan untuk kerumah mengambil baju dan minta ijin kepada adik-adikku.
Adik-adikku telah besar, aku tinggalkan uang lima puluh ribu rupiah untuk makan mereka. Mereka pula udah bisa memasak jadi aku tak terlalu cemas meninggalkan mereka. Mereka pula mengijinkan aku untuk pergi. Kata mereka “jangan pergi terlalu lama ya kak!” Aku balas dengan senyuman tipis. Aku meninggalkan mereka sambil membawa tas hitam yang berisi pakaian yang akan ku kenakan nanti sore.
Sampai di rumah majikanku, majikanku telah menunggu di ruang tamu. Ia memanggilku, aku bergegas masuk ke ruang tamu, tampaknya ada yang ingin ia katakana lagi. “Kau kenakan pakaian ini aja Hen nanti sore biar lebih rapi!” suruh majikanku. “Baiklah pak”. Aku tak berani menolak apa yang diinginkan majikanku. “Kamu coba saja dulu di kamar saya, kalau kekecilan kita tukarkan lagi sebentar!” suruhnya untuk kedua kali. Aku hanya mengangguk. Aku mengambil bungkusan yang disodorkannya di meja, pergi ke kamarnya dan mencoba pakaian yang diberikannya.
Di kamarnya, aku melepas semua pakaianku hanya tinggal pakaian dalam yang membalut tubuh montokku, aku bercermin kembali, ternyata tubuhku memang montok. Tubuhku banyak tonjolan di bagian ideal wanita. Tubuhku sudah seperti seorang remaja SMA walaupun umurku masih usia SMP.
Ku dengar suara pintu kamar mulai terbuka. Aku panik. Siapa yang membukanya. Aku masih telanjang, hanya pakaian dalam yang membalut tubuhku. “Siapa?” tanyaku. “Maaf Hen bapak lupa kamu di dalam” kata majikanku pelan. Ternyata majikanku yang telah melihatku dari belakang. Matanya memberiak sebentar lalu ia menutup pintu lagi. Entah dia sempat melihat tubuhku atau tidak.
Aku segera mencoba pakaian yang majikanku kenakan. Ternyata gaun merah marun sangat ideal membalut tubuhku. Pakaian itu telah lengkap dengan sendalnya. Aku coba pula gunakan sendalnya. Ku lihat cermin. Aku sangat cantik. Aku terpesona melihat tubuh dan diriku yang sangat cantik. Aku tak sadar aku telah ditunggu oleh majikanku di luar.
“Sudah selesai Hen?” Tanya majikanku. “Sudah pak”. Aku jawab singkat saja. Kemudian majikanku masuk. Ia melihat di sekujur pakaianku dan makin mendekat. Ia terus mendekat, matanya melotot. “Wah kamu cantik sekali sangat pas dengan gaun ini”. Ia memujiku, lalu ia memegang pundakku. Ia terus memujiku. Aku hanyut dalam pujiannya. Siapa dia aku tak sadar. Aku terus dalam pujiannya.
Pujiannya yang menghayutkanku. Lalu tangannya dengan sigap berpindah dari pundak kiri terus ke kanan dan terus berpindah. Hingga aku terus berputar memperlihatkan keindahan tubuhku di matanya. Aku terhanyut. Dia semakin merasuk ke dalam sukmaku. Kata-katanya yang manis, membuat aku terbuai, hingga aku tersungkur dalam dekapannya. Aku ada dalam pelukannya berbaring di sebuah ranjang yang empuk dan hangat. Tangannya mengelus tubuhku dari atas perlahan ku rasakan menurun. Aku semakin mendesah, aku merasakan bulu-bulu leherku makin berdiri.
Bibirnya kini mulai menjamah bibirku. Ia lumat terus bibir tipis gadis kecil. Terus kadang bibisnya ku rasakan pindah di sela leher dan bagian tubuh yang lainnya. Aku terus terangsang. Aku semakin menggenlinjat. Terus menggelinjat di antara nafsu kami yang berdera-dera terus mendera.
Tak sadar, aku terbangun. Gaun merah marun telah tanggal dari tubuhku. Kulihat majikanku telanjang bulat tidur di sampingku. Apa yang aku lakukan itu, dia majikanku. Ku lihat kasur di bawahku terbercak darah. “Darah apa itu” Aku berpikir dengan sendiri.
Itu baru pukul tujuh malam. Aku telah dibuatnya telanjang, setelah ku ingat tangan-tangannya menari di seluruh tubuhku. “Pak”. Aku mencoba membangunkannya dan minta penjelasan darinya. Ia hanya berkata “Kamu cantik”. Lalu tangannya kembali meraih tubuhku, aku dipeluknya lagi. Aku kembali dibuatnya merangrang. Kini aku rasakan kenikmatan sekejap itu sebelum ia mencabut dan mencuatkan cairan putih dari keperkasaannya.
Aku kembali lemas lunglai. Bukan hanya aku yang lemas tapi ia pula tertidur kembali. Aku tidur di bawah tindihannya.
---000---
Sejak sore itu, aku tak mendapatkan jawaban pasti dari majikanku. Ia tak seperti dulu lagi yang baik kepadaku. Bahkan ia mengusir aku dari rumahnya. Setelah aku bertanya padanya yang ke tiga kali tentang kejadian itu.
Aku mencoba menyembunyikan semua cerita buruk ini kepada adik-adikku. Aku tak ingin adik-adikku merasakan kepedihan yang aku rasakan seperti ini. Biar aku sendiri yang menahan derita ini. aku tak mau mereka sampai meneteskan air mata keluguan mereka.
Aku tak pernah menampakkan diri lagi ke rumah majikanku itu. Sebelum aku pergi dia memberiku sepuluh juta rupiah. Aku terima saja. Biar saja dia bilang aku memang jual diri tapi ini untuk hidupku ke depan nanti. Belum tentu aku mendapatkan pekerjaan setelah di usir dari sana.
---000---
Sepuluh hari, aku menganggur di rumah. Aku tak ingin bekerja lagi. Tapi ku lihat adik-adikku yang ceria berpakaian sekolah. Aku jadi sedih. Aku harus kembali mencari pekerjaan. Di tempat lain aku pasti menemukan pekerjaan yang lebih baik.
Akhirnya, aku minta ijin kepada adik-adikku untuk pergi ke luar kota. Mereka ku berikan sisa uang dari majikanku dulu setelah ku ambil dua juta. Aku pergi ke kota ini. Ibu kota di pulau ini.
Di kota ini pekerjaanku tak menentu. Pertama aku ke kota ini, aku bekerja sebagai tamu malam di hotel-hotel dan diantar dengan mobil-mobil mewah. Saat itu aku paling laris. Aku di bayar besar oleh para lelaki seperti majikanku dulu.
Setiap bulan ku kirimkan uang kepada adik-adikku. Tak banyak uang yang bisa aku kirimkan tapi itu cukup untuk biaya mereka sekolah di kota kecil itu. Terahir aku dengar adikku yang paling kecil telah kelas satu SMA dan mendapat juara pertama di semester pertamanya. Kami sering berkomunikasi lewat telepon. Aku sendiri malas untuk kembali ke desa.
Aku senang seperti ini. aku menikmati pekerjaanku. Aku tak bisa pungkiri semua kenikmatan ini, dari petama ku merasakannya dengan majikanku dulu. Kenikmatan yang tak dapat ku bayar dengan uang, nikmat sekali. Pantas saja banyak lelaki yang sampai membeliku untuk mencari kenikmatan ini. Aku sangat menikmati pekerjaan ini. Aku puaskan nafsuku setiap hari. Dan aku telah memeuaskan nafsu ratusan lelaki.
Tak usah lagi kalian memberiku cerita cinta kenikmatan apalagi cara bekerja halal. Aku cukup bekerja seperti ini dan aku merasakan kepuasan dan penghidupan dari keterjepitanku selama ini.
Gedung ini terlalu sejuk untuk menghakimiku, aku memang bersalah dan pantas di hukum karena aku telah merebut kenikmatan beberapa wanita yang telah menghinaku sebagai pelacur lelaki mereka. Aku pantas terkurung seperti burung para jutawan.
oleh INAS Klepon

0 komentar:


Posting Komentar

 

harta karun

bagi teman2/om/tante, bisa bergabung bersama kami untuk menemukan dolar yang akan bisa anda miliki sendiri. mau gabung??? klik saja link di bawah ini...

Sitemeter

pasang barner dapat dolar

yahoo messenger